24 November 2024
”Selamat Datang Rio”

Foto: Wall Street Journal

Angga masih saja berdiri di depan cermin kamarnya. Memandangi tanpa bosan penampilannya dengan jersey merah klub Manchester United atau sering disebut MU bernomor punggung 5.

Di punggungnya tertulis Rio Ferdinand, salah seorang pemain bertahan MU yang menjadi salah satu pujaannya.

Mantap, sip, keren, begitu kira-kira pikir Angga. Ia pun semakin yakin dan bangga bisa menjadi salah satu bagian dari sejarah sepak bola di Tanah Air dengan melihat klub sepak bola asal Kota Manchester di Inggris itu menginjakkan kaki di rumput Indonesia.

Sebentar lagi, ya, sebentar lagi, dalam hitungan hari, klub sepak bola yang mempunyai penggemar terbanyak di Indonesia itu bakal hadir di depan matanya! Bukan hanya beraksi di layar televisi seperti yang selama ini ia saksikan di acara Premier League. Di depan hamparan rumput hijau seluas 91,4 m x 54,8 meter persegi kebanggaan rakyat Indonesia Senayan Jakarta, 11 pesepakbola impiannya akan melawan 11 pemain papan atas nasional yang telah terpilih. Tak terbayangkan olehnya, penjaga gawang Edwin Van Der Sar, Garry Neville, Patrick Evra, Wes Brown, Nani, Wayne Rooney, Ryan Giggs, Park Ji Sung, Nemanja Vidic, Michael Carrick, Paul Scholes,  John O’shea, Darren Fletcher versus Boaz Salosa, Budi Sudarsono, Hendro Kartiko, Bambang Pamungkas, Ismed Sofyan, dkk. beradu strategi dan pengalaman masing-masing. Angga jelas akan mendukung dan membela klub kesayangannya untuk memberikan pengalaman bertanding kelas dunia bagi tim Merah Putih. Dia pun sudah memprediksi kesebelasan bintang Indonesia bakal dicukur MU. Tak apa-apa, toh yang membantai dan memberi pelajaran klub sekelas MU, pikir Angga.

Jersey MU yang dikenakannya tadi adalah salah satu bagian dari sederet persiapannya menjelang kedatangan MU. Tiket sudah di tangan, walaupun Angga meraihnya dengan susah payah bersama papanya, yang rela mengular ratusan meter demi melihat dari dekat aksi Rio Ferdinand di Jakarta nanti. Jersey sudah. Nah, tinggal persiapan terakhir, sebuah spanduk putih berukuran 150 cm x 50 cm yang siap dilumuri cat berwarna merah bertulisan: “Selamat Datang Rio!”, seperti yang sudah lama direncanakannya ketika mendengar kabar gembira kedatangan Rio ke Indonesia.

Tanpa berpikir panjang, Angga langsung mengambil selembar kain yang dia beli kemarin itu berikut kuas dan cat minyak. Dengan bersemangat, beberapa kata sudah tergores. Dan, klop, bereslah persiapan terakhir menyambut MU. Sebentar-sebentar, Angga memandangi spanduk bikinannya itu. Sejenak ia berpikir, apa Rio bisa membaca tulisannya nanti, ya? Kan dia tidak bisa berbahasa Indonesia? “Ah, nggak masalah. Yang penting aku sudah membuat satu persiapan sambutan untuk Rio,” batin Rio. Setelah mengagumi sendiri buah tangannya, Angga pun langsung menjemur spanduk itu.

Banyak klub sepak bola di Indonesia, apalagi di luar negeri. Tapi, Angga kurang suka dengan klub-klub lokal. “Masih banyak yang amatiran, meski katanya klub profesional,” ujarnya suatu saat.

”Kalau Angga sih MU total!”. Begitulah kawan-kawan di klub Jakarta Football School (JFS) tempatnya belajar sepak bola sering mengomentari Angga bila sedang bicara klub-klub di Liga Inggris. “Iya dong, MU-mania. Glory-glory United,” ujar Angga sambil mengepalkan tangan.

Cukup lama Angga menjadi penggemar klub Inggris satu ini. Apalagi sewaktu masih ada David Beckham. Angga kecil kerap merengek-rengek minta rambutnya dipotong gaya mohawk ala si Becks.  Sewaktu Beckham pindah ke Real Madrid, ia sempat tersihir jagoan baru MU, Christiano Ronaldo. Namun, di antara pemain MU, ia paling menyukai Rio Ferdinand, yang bertindak sebagai pemain bertahan. Sejak dibeli dari Leeds United pada 2002, sosok Rio adalah pemain MU yang paling digandrunginya. Menurut Angga, Rio adalah tipe pesepakbola yang konsisten dan penampilannya sangat bagus di lapangan. Caranya memimpin rekan-rekannya menjaga gawang MU membuatnya kagum. Kepemimpinan Rio di lapangan kerap menjadi kunci kemenangan MU.

BACA JUGA: Bukan pada Musimnya


Selain pemain, Angga menyukai MU karena sejarah klub ini. Klub terkaya di dunia dan penguasa Inggris. Kemenangan yang diraih klub ini kadang-kadang juga dihasilkan dengan cara yang dramatis. “Lihat dong final Liga Champions 1999. Fantastis!” kata Angga kalau ditanya mengenai permainan MU.

Tak mengherankan bila ia kerap memesan papanya minta dibelikan pernak-pernik klub MU bila ada kesempatan. Poster, sticker, syal, majalah-majalah olah raga yang mengulas tentang MU, dan sejenisnya. Lihat saja hiasan dinding kamar Angga, penuh nuansa merah klub ini. Beragam aksi pemain MU terpampang di puluhan poster. Juga berbagai merchandise klub asal Kota Manchester ini. Tak luput, Angga juga selalu mengikuti perkembangan klub ini dari tayangan Liga Inggris di televisi atau berita di tabloid bola. Atau, jika jadwal Liga Inggris sedang libur, ia tetap mengikuti perkembangan transfer atau daftar pemain yang bakal dijual klub ini.

Begitu kesengsemnya dengan MU, tak jarang hasil mengecewakan yang dialami klub ini juga mempengaruhi mood Angga. “Lagi malas hari ini Ma. Sebel,” begitu kalau ia tahu MU dikalahkan lawannya semalam. Maka, tak aneh bila rencana kedatangan Rio dkk. begitu membuat hati Angga berbunga-bunga. Kapan lagi melihat dari dekat para pesepakbola pujaannya.

Malam itu, Angga melihat agenda: 17 Juli 2009. Ah, tinggal satu hari lagi Rio bakal menginjakkan kaki ke Ibu Kota. Ya, pada 18 Juli nanti para ofisial dan pemain MU dijadwalkan sudah menginjakkan kaki di Tanah Air untuk berbagai kegiatan acara. Tak sabar untuk segera menuju Senayan, melihat para jagonya bertanding dengan pemain tim nasional Indonesia pada 20 Juli nanti. Ingin sekali ia mengajak papanya melihat para pemain MU di hotel tempat mereka menginap besok, sembari mengacung-acungkan spanduk yang telah dibuatnya. Selamat Datang Rio! Selamat Datang Rio! Wah, bakal seru, pikir Angga. Ia pun sempat menelepon beberapa kawan di klub sekolah sepak bolanya, untuk menyusun beberapa rencana menjelang persiapan penyambutan para idola mereka. ”Waduh, anak Mama, sampai lupa makan, lupa belajar. Ya sudah, cepat tidur, ya. Ingat, besok sekolah,” ujar Mama. Papa Angga hanya senyam-senyum melihat antusiasme putranya.

Pagi, 17 Juli 2009. Seperti biasa, papa Angga sudah berada di depan pesawat televisi untuk melihat siaran berita pagi. Di sela-sela iklan, pembawa acara menyuguhkan berita politik, nasional, dan berita dunia. Sembari menyeruput kopi dan sepotong roti, menjelang berangkat kerja, acara berita pagi tak terlewatkan olehnya. Sementara, Angga sudah pagi-pagi buta menuju sekolah. Waktu menunjukkan pukul 07.45. Tak seperti biasanya, tiba-tiba di televisi muncul Breaking News, yang seharusnya hadir setiap satu jam sekali. Sejenak, sang pembawa berita menyiarkan sebuah kejadian yang baru saja terjadi di Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta. Dua buah bom meledak hebat sekitar pukul 07.45. Ledakan bom itu dilaporkan mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa, yang sebagian besar dialami pejabat asing yang sedang mengadakan pertemuan di Ritz -Carlton. Alamak, apa lagi neh, gumam papa Angga. “Waduh, para pemain MU kan bakal nginep di Ritz-Carlton. Bisa gawat nih. Batal nih MU ke Jakarta. Kecewa nih Angga. Maaaaaaaa! Ada bom meledak lagi,” seru Papa.

Papa Angga belum beranjak dari depan televisi. Ia menyempatkan diri mengikuti perkembangan berita televisi. Selain prediksi-prediksi siapa di balik pelaku bom itu, beberapa stasiun televisi juga sempat mengulas tentang kabar rencana pembatalan kedatangan MU ke Indonesia.

Di kantor, Papa Angga terus memonitor perkembangan rencana kedatangan MU. Bila yang dikhawatirkannya terjadi, tak sampai hati nanti dia menyampaikannya ke Angga, yang belum tentu tahu kejadian hari ini. Tak lama berselang, papa Angga menengok situs resmi MU. Dan, apa yang dibayangkannya pun terjadi.

Juara Liga Primer Inggris itu akhirnya memutuskan membatalkan kunjungannya ke Indonesia yang sedianya akan melakukan pertandingan uji coba melawan Indonesia All-Star pada 20 Juli. Pengumuman resmi itu pun terpampang di situs http://www.manutd.com. Dalam keterangannya, MU menyebut penyebabnya tak lain adalah ledakan yang terjadi di Hotel Ritz-Carlton. Padahal, di tempat itulah ofisial dan pemain MU bakal menginap. “Reds cancel Indonesia visit: Following the explosions in Jakarta–one of which was at the hotel the team were due to stay in–and based on advice received, the Directors have informed the Indonesian FA that the Club cannot fulfil the fixture in Jakarta on the 2009 Asia tour. We are working on a revised itinerary outside Indonesia with the promoters, and will make a further announcement when these decisions have been made. We are deeply disappointed at not being able to visit Indonesia and thank the Indonesian FA and our fans for their support. Our thoughts go to all those affected by the blasts.”
Getir. Itulah yang dirasakan papa Angga setelah membaca rilis resmi klub tersebut. Aduh, bagaimana nih perasaan Angga nanti.

17 Juli, menjelang sore hari. Tak seperti biasanya, Angga pulang sekolah tak ada gairah. “Kenapa, Ngga?” tanya mamanya. “Ah, payah negeri ini. Bodoh! Kacau!” kata Angga. Tanpa sempat berbincang lebih panjang dengan mamanya, Angga langsung masuk ke kamar. “Angga…,” ujar mamanya. Tak lama berselang, HP mama Angga berdering. “Oh, Papa. Ada, baru pulang. Mau bicara?” ucap sang mama. “Angga, Papa mau bicara.”

Sembari menemani putra tersayangnya, terdengar perbincangan Angga dan papanya. “Ya, Pa, Angga sudah tahu dari televisi di kantin tadi. MU memang batal ke Jakarta. Payah,” ucap Angga lirih. Mengetahui sang anak sedih, mama langsung memeluknya. “Sabar ya sayang. Bukan salah MU, atau siapa pun. Mungkin kamu belum bisa melihat idola kamu saat ini. Bisa saja Tuhan menundanya. Harus tegar, dong. Jangan cengeng. Masak jagoan cengeng,” ucap mamanya. Tak kuasa Angga menahan tangis. Sebagai anak laki-laki, Angga pun agak malu sampai menangis seperti itu. Tapi, kali ini ia merelakan bulir air matanya menetes di pelukan mamanya. “Tinggal menunggu jam, Ma, Angga sudah lama merencanakan ini semua. Spanduk buat Rio juga dah siap,” ujar Angga tersengal-sengal. “Ya, sudah, masih bisa lihat Rio di TV, kan?” ujar mama. “Lain, Ma. Beda kalau lihat langsung pemain-pemain MU,” ucap Angga. “Iya, tapi, masak gara-gara batal lihat MU anak laki-laki mama jadi cengeng. Malu, ah,” goda mama Angga. “Ya udah, Ma. Gak pa-pa kok. Cuma, kecewa aja. Sedih juga sih,” ujar Angga. “Oke, itu baru anak mama. Kamu harus belajar menerima kenyataan. Belajar dewasa, bahwa dalam hidup ini kadang-kadang nggak selalu mulus dan lurus. Jangan seperti beberapa orang di negeri ini, yang belum bisa juga untuk belajar bersabar dan belajar untuk tidak mengecewakan banyak orang. Oke?” kata mama mengakhiri perbincangan dengan Angga.

Rasa kecewa Angga memang tidak bisa cepat terhapuskan. Setiap mendengar berita mengenai bom yang meledak di Ritz-Carlton, Angga cepat mengganti saluran televisi. Setiap membaca berita mengenai batalnya MU ke Jakarta, ia tak bisa meneruskan membaca artikel itu. Apalagi mengetahui selintas kesuksesan tur MU di Malaysia. “Kesel banget!” begitu Angga kerap menggumam. Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, secara perlahan ia bisa melupakan kekecewaannya tadi. Meskipun, bagi Angga, ini adalah pengalaman pribadinya yang paling tidak mengenakkan di tahun 2009. Sang papa juga kerap menghibur dengan memberikan kabar-kabar terbaru mengenai MU. “Rasa cinta pada sesuatu itu mulia dan sangat indah. Tapi, tak perlu terlalu fanatik atau berlebihan karena itu bisa menyakitkan,” begitu Papa Angga pernah menasihatinya.

Jauh dari keramaian, tampak seorang bocah berusia belasan tahun bersama seorang laki-laki dewasa duduk berdua di area taman Stadion Senayan. Mereka asyik berbincang-bincang dan sesekali memandangi stadion terbesar di Tanah Air itu. Matahari yang mulai kehabisan energi untuk mengeluarkan sinarnya belum menyurutkan mereka untuk beranjak dari tempat itu. Sesaat, keduanya mendekati gerbang stadion. Sang anak terlihat membawa spanduk putih bertulisan merah. Sesekali ia membentangkan spanduk itu, dan lelaki di sampingnya kadang-kadang mengikuti gerakan sang anak sambil tertawa-tawa. “Rio! Rio! Rio! Tahan Bambang! Yang bersih tekelnya. Ayo Rio!,” ucap anak itu.

Hari-hari terus berlalu. Meski sangat kecewa, rasa cinta anak kecil di depan stadion tadi pada klub sepak bola kesayangannya tak pernah luntur. Ia masih mengikuti perkembangan klub itu. Jersey dan poster-poster terbaru masih diburunya. Dan, sebuah spanduk putih bertulisan “Selamat Datang Rio!” masih setia terpajang di antara sejumlah poster klub di sebuah dinding kamar. Pembuatnya masih yakin suatu saat nanti Rio pasti datang ke Jakarta. Entah kapan…

(S. Maduprojo, cerpen ini dibuat setelah klub Manchester United membatalkan turnya ke Jakarta akibat bom di hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton di kawasan Mega Kuningan pada Jumat pagi, 17 Juli 2009, sekitar pukul 07.47-07.57 WIB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *