Siswa-siswa itu tunduk terdiam. Tapi ada satu anak yang tetap tenang dan tersenyum-senyum. Kembali guru itu marah, “Kalian tahu merokok itu sangat berbahaya buat kesehatan kalian, paru-paru kalian bisa bolong karena di tiap batang rokok itu banyak racun berbahayanya!”
Beberapa anak ketakutan, namun satu anak itu tetap tenang. Tiba-tiba dia bicara, “Maaf Pak, kalau Bapak tahu merokok itu berbahaya, kenapa Bapak juga merokok?” Bapak guru itu kaget dan semakin marah. “Kamu dinasihati malah melawan. Kapan saya merokok?”
Dengan tenang, siswa itu mengambil hape-nya lalu membuka folder galeri, dan memperlihatkan foto si bapak itu sedang merokok di ruang guru. Betapa kagetnya guru itu. Apalagi ketika si siswa berkata, “Kami berani merokok karena Pak Guru aja merokok, dan Bapak sehat-sehat saja, kan? Kan GURU itu digugu dan ditiru, makanya kami meniru Pak Guru.”
Merokok dan Pesan Moral
Kisah pak guru itu memang cuma contoh, tapi kerap kali terjadi di sekitar kita, baik di lingkungan keluarga kita maupun di tataran yang lebih tinggi. Gampang memang berbicara, menasihati, atau menceramahi. Tapi kadang kita tidak sadar bahwa yang terjadi di lapangan: peraturan hanyalah peraturan dan kesepakatan bisa dilanggar. Peraturan dibuat agar sesuatu menjadi lebih baik, ada arah. Tapi yang terjadi, si pembuat aturan malah yang paling sering melanggarnya. Kita tidak sadar bahwa yang bawah akan melihat yang atas, dan yang atas semestinya memberi contoh atau perilaku yang lebih baik.
Baca Juga: Kenapa yang Negatif-negatif Kok Asyik?
Dalam kisah pak guru tadi, ada pesan moral yang patut diperhatikan, jangan cuma bisa melarang, melainkan berikanlah contoh yang baik, dengan perbuatan yang positif yang bisa dicontoh oleh anak-anak/siswa-siswi kita. Jangan seperti pepatah: guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
Ya, konteks guru di sini juga bukan hanya guru di sekolah. Ustad-ustad di sekitar masjid, orang tua, ataupun remaja-remaja, dengan santainya merokok di mana saja, tanpa sadar bahwa ada anak-anak kecil yang sedang mengamatinya. Kasihan, mereka diperlihatkan suatu contoh yang dilematis. Mereka dilarang merokok, tapi orang yang menjadi panutan malah melakukannya di depan mereka.
Tidak perlu kita bicara yang luas-luas, seperti pabrik rokok atau produksi rokoknya, tapi bicara pada lingkup yang kecil saja, keluarga dan lingkungan kita.
(A. Permana)