Acara yang berlangsung di Auditorium Gedung 1 Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia ini merupakan kerja sama antara Departemen Linguistik FIB UI dan penerbit Pustaka Obor Indonesia.
Peluncuran buku ini juga bisa dikatakan sebagai bentuk penghormatan pasca-kepergian salah seorang tokoh dan pakar linguistik Indonesia yang berpulang pada Senin, 11 Juli 2022, tersebut. Perencanaan Bahasa Indonesia pun menambah panjang daftar karya tulis laki-laki bernama lengkap Raden Mas Hubert Emmanuel Harimurti Kridalaksana ini. Semasa hidupnya, baik sebagai akademikus maupun peneliti bahasa, guru besar di FIB UI—dulu Fakultas Sastra UI—dan Rektor Unika Atma Jaya periode 1999-2003 ini mengabdikan dirinya untuk pengembangan dan kemajuan bahasa Indonesia. Sejumlah karya pun ditelurkan laki-laki kelahiran Ungaran, Jawa Tengah, pada 23 Desember 1939 tersebut. Sebut saja Kamus Linguistik, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, dan Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai.
Menurut M. Umar Muslim, salah seorang anak didik Harimurti yang menjadi salah satu pembedah buku ini, Harimurti merupakan nama yang akan selalu dikenang dalam dunia linguistik Indonesia. Karya-karya Harimurti dalam berbagai cabang linguistik, ujar Umar, menjadi salah satu acuan penting para linguis yang menggeluti bahasa Indonesia. “Semasa hidupnya, ia aktif dalam banyak kegiatan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Ia sangat produktif menulis. Bahkan, hingga menjelang kepergiannya, ia masih bersemangat menulis.”
Umar menjelaskan, Perencanaan Bahasa Indonesia merupakan kumpulan tulisan Harimurti tentang perencanaan bahasa Indonesia. Buku kecil yang secara keseluruhan terdiri atas 87 halaman ini berisi pendahuluan dan lima tulisan pendek dengan panjang 9-25 halaman. “Ini bukan tulisan tentang gagasan-gagasan baru perencanaan bahasa Indonesia, melainkan tentang perencanaan-perencanaan bahasa yang sudah lama dipikirkan Harimurti. Buku ini lebih menekankan aspek sejarah perencanaan bahasa Indonesia,” tutur Ketua Program Studi Indonesia di FIB UI itu.
Namun, Umar menambahkan, buku ini masih sangat relevan dan perlu ditindaklanjuti siapa saja yang berminat atau berkecimpung dalam perencanaan bahasa Indonesia.
Perencanaan Bahasa Indonesia, di antaranya, membahas soal sejumlah masalah bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disebutkan di akhir tulisan, draf awal perihal ini sudah diselesaikan Harimurti pada 1968. Di bagian ini, Harimurti mengungkapkan “kegelisahannya” tentang persoalan bahasa Indonesia dalam ekspresi ilmiah; bagaimana para ilmuwan mengungkapkan gagasan-gagasan hasil penelitiannya dalam bahasa Indonesia, terutama konsep-konsep mengenai masalah ke-Indonesia-an, tapi makna atau ungkapan tersebut sering kali tidak sesuai dengan gagasan yang disampaikan oleh para ilmuwan. Persoalan lain yang disoroti Harimurti adalah banyak terjemahan karya ilmiah dalam bahasa Indonesia yang tidak memuaskan karena dilakukan oleh orang-orang yang tidak terlatih atau tidak kompeten.
Baca Juga: Selaksa Peristiwa; Selaksa Makna
Bagian kedua buku ini membahas soal reformasi Ejaan yang Disempurnakan (EYD) 1972. Seperti diketahui, EYD diresmikan Presidan Soeharto pada 16 Agustus 1972. Ada lima hal yang disoroti Harimurti, yakni sejarah EYD, prinsip-prinsip ejaan, soal kalah-menang dengan Malaysia, EYD dan ejaan bahasa-bahasa lain, serta pembaruan ejaan dan pelaksanaan repelita. EYD, menurut Harimurti, disusun dengan memperhatikan prinsip kecermatan, kehematan, keluwesan, dan kepraktisan. EYD bukan meniru ejaan Malaysia dan bahasa Inggris. EYD, menurut Harimurti, juga tidak menghambat pembangunan karena tidak memerlukan biaya besar!
Tulisan berikutnya membahas ihwal sejarah peristilahan dalam bahasa Indonesia, dari tahun 1938 dan sekitar 1980-an. Sejumlah peristiwa penting disinggung Harimurti di bagian ini. Di antaranya pembentukan Komite Istilah pada 13 Mei 1950. Menurut Harimurti, komisi ini telah menghasilkan sekitar 321.179 istilah dalam berbagai bidang ilmu. Sejak 1970 hingga sekarang, pembentukan istilah dilakukan secara sistematis. Namun ada sejumlah catatan kritik dalam sejarah pengembangan peristilahan ini. Beberapa di antaranya: istilah disusun di luar konteks, minim keterlibatan masyarakat dan tidak pernah berusaha mencari umpan balik dari masyarakat sehingga terkesan eksklusif, serta banyak istilah yang dibuat tapi tak terpakai di masyarakat.
______________________________
Harus diakui, Harimurti Kridalaksana adalah sedikit anak bangsa yang mempunyai kepedulian yang besar terhadap pengembangan dan keberlangsungan bahasa/linguistik Indonesia. Namanya pun layak disejajarkan dengan para pendahulunya semacam Sutan Takdir Alisjahbana, W.J.S. Poerwadarminta, Muhammad Tabrani Soerjowitjitro, Anton Moeliono, Gorys Keraf, Soewandi, Koewatin Sosrosoegondo, J.S. Badudu, ataupun Madong Lubis. Dedikasi dan pengabdiannya yang luar biasa dalam pengembangan dan pembangunan bahasa Indonesia patut diapresiasi, khususnya para generasi mendatang, guna menjaga muruah bahasa nasional ini.
Di sisi lain, di tengah fokus pemerintah yang menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur, keberlangsungan sosial-ekonomi-politik, serta bidang-bidang yang “menghasilkan” dan membutuhkan anggaran yang begitu besar, pengembangan serta perencanaan bahasa Indonesia semestinya terus mendapat perhatian dan tidak terabaikan. Toh, seperti disinggung Harimurti kala membahas tentang EYD, perencanaan dan pengembangan bahasa Indonesia tidak menghambat pembangunan karena tidak memerlukan ongkos yang besar…
(S. Maduprojo; Liputan: Asep Herna & Yulius Martinus)