Ilustrasi: Freepik.com

Pernah mendengar kalimat yang mengunakan kata ”selaksa”?

Cobalah ingat-ingat lirik lagu Yogyakarta yang dibawakan kelompok musik KLA Project: Pulang ke kotamu; Ada setangkup haru dalam rindu; Masih seperti dulu; Tiap sudut menyapaku bersahabat; Penuh selaksa makna… Atau, satu lagi lirik lagu yang ada kata selaksa-nya, Titip Rindu buat Ayah, yang dinyanyikan Ebiet G. Ade: Di matamu masih tersimpan, selaksa peristiwa…

Eh, tiba-tiba saya penasaran dengan kata selaksa ini. Sepertinya, diksi selaksa jarang digunakan untuk pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari. Rupanya, ia lebih banyak digunakan dalam ragam sastra, termasuk lirik-lirik lagu.

Saya klik Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata selaksa juga tidak ditemukan. Yang ada kata “laksa”, yang berarti (1) sepuluh ribu; ukuran tembakau, 10 lempeng; dan (2) lauk yang mengandung banyak kuah bercampur soun, daging ayam, dan sebagainya—laksa, hidangan dengan bahan utama mi yang mengandung kuah dan lauk, berasal dari Persia dan sudah menyebar di berbagai negara dengan ciri dan sajian masing-masing. Di Indonesia, laksa biasanya berkuah santan kuning, dihidangkan dengan mi/bihun, ketupat, serta variasi taburan seperti kemangi, taoge, dan oncom.

Melihat penggunaan kata selaksa pada lirik lagu Yogyakarta dan Titip Rindu buat Ayah, bisa dipahami bahwa makna selaksa di situ mengacu pada arti ”begitu banyak; banyak sekali; beragam”, dan sejenisnya. Selaksa makna, berarti begitu banyak makna; selaksa peristiwa, berarti begitu banyak peristiwa.

Baca Juga: “Pleidoi” atau “Pledoi”, Sih?


Ada kemungkinan kata selaksa sudah meluas dari arti aslinya. Nah, coba kita telusuri kata “laksa” yang sesungguhnya bermakna numeralia atau menunjukkan angka bilangan ini. 

Sejumlah literatur membahas soal kata laksa ini. Zoetmulder, P.J., dalam Old Javanese-English Dictionary/Kamus Jawa Kuno-Indonesia (1995), misalnya, menuliskan laksa berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti bilangan angka ”100 ribu”. Ketika diadopsi ke bahasa Jawa Kuno, jumlah bilangannya mengacu pada angka “10 ribu”.

Kata laksa, antara lain, muncul dalam teks Adiparwa—buku pertama atau bagian (parwa) pertama dari kisah Mahabharata: “Nawendriyâgni mukhaśȗnyaśa śangka sangghah, sangang yuta, limang kĕti, tĕlung laksa, sangang iwu, limang puluh”.

Lantas, bagaimana awal mula kata laksa ini menjadi selaksa sehingga maknanya meluas dan berarti “begitu banyak” dalam bahasa Indonesia? Apakah jumlah bilangan yang mengacu pada angka 10 ribu atau 100 ribu itu cukup untuk menggambarkan kata “begitu banyak” ini sehingga muncul varian selaksa? Sejauh ini saya belum menemukan literatur atau bahasan perubahan makna ini dan siapa yang memperkenalkan diksi selaksa.

Yang menarik, kata selaksa juga ditemui dalam Alkitab (Bible) terjemahan bahasa Indonesia. Dalam Daniel 7:10, misalnya, ada kalimat yang berbunyi: “…seribu kali beribu-ribu melayani Dia, dan selaksa kali berlaksa-laksa berdiri di hadapan-Nya…”

Nah, ada yang tahu kapan pertama kali kata selaksa atau berlaksa-laksa ini diartikan atau meluas maknanya menjadi sesuatu yang banyak?

(S. Maduprojo: Sumber rujukan Nusantarareview.com; KBBI; Wikipedia)

By redaksi

Catatankaki merupakan situs online yang dengan renyah mengulas segala hal terkait kata, budaya, filsafat, komunikasi, dan isu-isu humaniora populer lainnya. Dengan mengusung tagline "Narasi Penuh Nutrisi", Catatankaki mengemas semuanya secara ringan tapi mendalam; lugas tapi bernas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *