26 October 2024
Bebek Lemah, Bebek Pincang, Bebek Lumpuh, Apa Bebek Goreng?

Ilustrasi: Freepik.com

Di Indonesia, frasa “bebek lumpuh”, di antaranya, dipopulerkan oleh politikus dari Partai Demokrat Andi Arief.

Awalnya, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat itu mengkritik acara relawan Jokowi bertajuk Nusantara Bersatu di Gelora Bung Karno pada Sabtu, 26 November lalu. Andi lalu mengatakan acara semacam Nusantara Bersatu itu mengindikasikan bahwa Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin yang memasuki fase “bebek lumpuh”. Gejalanya, kata Andi, Jokowi terlihat berupaya menguatkan diri dengan mengumpulkan para relawan. Soalnya, tutur Andi, dukungan dari parpol sudah melemah menjelang Pemilu 2024. Bukan kali ini saja Andi Arief memakai kata “bebek” untuk mengkritik Jokowi. Pada pertengahan tahun lalu, Andi juga menyebutkan, sebagai pemimpin, Jokowi seperti “bebek lemah” saat menangani pandemi Covid-19. Menurut Andi, Presiden saat itu seperti bebek lemah lantaran tidak bisa berbuat banyak dan hanya tinggal menerima laporan dari bawahannya. “Presiden saat ini alami ‘fase bebek lemah’ bagai raja terkungkung di Istana menerima laporan saja,” begitu tulis Andi Arief di akun Twitter-nya kala itu.

Ungkapan bebek lumpuh atau bebek lemah yang dimaksudkan Andi Arief itu mengacu pada frasa lame duck dalam khazanah bahasa Inggris. Lantas, apa sesungguhnya arti lame duck ini?

Sudah banyak literatur yang menulis tentang frasa lame duck alias bebek lumpuh ini, baik berdasarkan kamus Merriam-Webster, Cambridge Dictionary, Wikipedia, maupun Oxford English Dictionary. Intinya, istilah bebek lumpuh ditujukan untuk menyebut pemimpin/pejabat atau kelompok resmi hasil pemilu yang masih memegang jabatan politik saat periode antara pemilu dan pelantikan penggantinya. Atau, seorang pemimpin/pejabat yang posisi jabatannya segera habis. Dengan pengaruh yang berkurang dan sedikit waktu untuk memberlakukan kebijakan baru, mereka sering disebut bak bebek lumpuh. Dengan kata lain, kemampuan mereka terbatas dan hari-hari mereka telah ditentukan. Meskipun, hal itu tidak sepenuhnya benar karena mereka bisa saja membuat keputusan yang tidak populer di mata rakyat, tanpa perlu lagi khawatir. Di Inggris Britania, istilah ini seperti menyebut perusahaan yang sedang sakit.

Lantas, kapan sesungguhnya frasa lame duck ini pertama kali muncul dan diperkenalkan ke publik? Kenapa bebek harus dibawa-bawa untuk menggambarkan hal-hal seperti itu?

Dari Istilah di Bursa ke Politik

Referensi paling awal yang diketahui untuk pemakaian frasa tersebut justru berasal dari sepucuk surat yang ditulis oleh bangsawan Inggris, Horace Walpole, pada 1761, dan bukan untuk istilah politik. “Tahukah Anda apa itu banteng, beruang, dan bebek pincang?” ujar dia. Kala itu, Walpole menyinggung London Stock Exchange dengan sebutan bebek lumpuh untuk menggambarkan seorang investor nahas yang gagal membayar pinjaman mereka.

Sepuluh tahun kemudian, David Garrick—aktor, dramawan, manajer teater, dan produser Inggris berpengaruh di dunia teater Eropa sepanjang abad ke-18—menyebutkan frasa tersebut dalam prolognya untuk drama komedi karya Samuel Foote, The Maid of Bath. “Change-Alley bangkrut berjalan bergoyang-goyang seperti bebek lumpuh!” begitu kutipan kalimatnya.

Warga Inggris lalu terus mengucapkan “bebek lumpuh” ketika membahas bursa saham sepanjang abad ke-19. Penulis George W. Bungay, misalnya, memilih frasa tersebut untuk menggambarkan para pecundang di bursa. “Di Wall Street, New York, kami memiliki sekelompok orang yang dikenal sebagai ‘bebek lumpuh’: mereka menghadapi bencana keuangan, dan tidak dapat mengimbangi pesaing mereka yang lebih sukses. Mereka suka menenggak alkohol, dan saat itulah mereka seperti bebek pincang.” Tak lama kemudian, istilah itu menyebar ke bidang lainnya.

Baca Juga: Pernahkah Kamu Jatuh pada Rindu yang Terbunuh?


Menurut The Phrase Finder, The Congressional Globe—kumpulan debat di Kongres Amerika Serikat sekitar 1834-1873—menggunakan frasa bebek lumpuh untuk menggambarkan “politikus yang rusak” pada 1863. Sejak itulah istilah ini digunakan untuk artikel surat kabar yang merujuk pada dunia politik.

Pada 1926, Michigan’s Grand Rapids Press menulis sebuah editorial berjudul “Making a Lame Duck of Coolidge”. Isinya tentang spekulasi bagaimana pemilihan Senat yang akan datang dapat mempengaruhi dua tahun terakhir masa jabatan Presiden Calvin Coolidge dari Partai Republik. Jika pemilih berhasil mengubah Senat menjadi mayoritas Demokrat—atau setidaknya mendekati itu—mereka mungkin membuat pemerintahan Coolidge tidak efektif.

Saat itu, pelantikan presiden terjadi pada Maret—bulan yang sama dengan dimulainya sesi Kongres baru. Nah, jeda yang panjang antara November—pengumuman pemenang pemilihan presiden AS—dan Maret memunculkan banyak politikus bebek lumpuh. Kongres pun akhirnya memutuskan menggeser awal masa jabatan Kongres dan presiden dari Maret ke Januari. Amendemen ke-20, yang diratifikasi pada 1933, bahkan terkadang disebut sebagai “amendemen bebek pincang”.

Tapi, omong-omong, kok kata bebek, ya, yang dipakai untuk “mengolok-olok” orang-orang yang dimaksud? Kenapa bukan ayam lumpuh, sapi lumpuh, atau burung lumpuh, ya? Kasihan, kata “bebek” dalam bahasa Indonesia, misalnya, memang kerap digunakan untuk menyinggung hal-hal yang kurang mengenakkan. Ambil contoh “membebek”, “jalannya seperti bebek”, “bibirnya kayak bebek”, dll. Kata “membebek”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dimaknai sebagai “berlaku seperti bebek”, “mengikuti saja pendapat orang tanpa berpikir (hanya meniru orang lain)”, atau “beristri banyak”. Bisa jadi, frasa lame duck alias bebek pincang, alias bebek lumpuh, dikaitkan dengan salah satu jenis penyakit yang dialami bebek, yakni rickets ducks. Penyakit ini membuat bebek mengalami kelumpuhan. Penyebabnya karena kurang gizi, terutama vitamin D, yang memang sangat penting untuk pertumbuhan tulang bebek.

Nah, apa orang-orang yang kerap disebut bak bebek lumpuh itu mesti rajin-rajin minum vitamin D, ya? Atau sering-sering berjemur di bawah sinar matahari pagi supaya kuat dan enggak jadi bebek pincang? Entahlah. Yang jelas, bebek ini paling enak kalau dibikin bebek goreng, dengan bumbu sambel serundeng khas Madura…

(S. Maduprojo, diolah dari berbagai sumber)

 
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *