25 November 2024
Ilustrasi: Asep Herna

Ilustrasi: Asep Herna

“Tubuh. Engkau adalah bagian dari aku. Aku adalah bagian dari kamu. Berdamailah. Bersinergilah. Tenanglah. Nyamanlah. Sembuhlah.”

Selasa pagi kemarin (3/9 2024), saya ngebut menuju area Jakarta Timur. Tak begitu padat badan jalan dari mulai masuk pintu tol Bogor hingga pintu keluar Rawamangun. Saya janjian untuk bertemu seorang anak muda dengan disabilitas mental, tepatnya skizofrenia. Saya mengenal anak muda ini, ketika bulan lalu, saya menjadi konsultan komunikasi di sebuah lembaga advokasi bagi orang dengan disabilitas mental.

2 Tahun dalam Kerangkeng

Kisah si anak muda ini sangat dramatis, karena baru saja dibebaskan oleh lembaga advokasi tadi, dari sebuah panti yang mengerangkengnya selama 2 tahun. Bayangkan, dalam 2 tahun ia seperti di-sel, bersama orang senasib lainnya, dengan fasilitas yang sangat seadanya. Tidur di lantai, fasilitas buang air besar dan kecil sangat tidak memadai, serta perlakuan yang tidak manusiawi, dialaminya. Mendengar kisahnya, 2 tahun di panti, bukannya membuat ia lebih baik. Kondisinya malah kian memburuk.

Sebelum ia diambil paksa oleh panti, ia sedang dalam treatment medis karena glukoma. Otomatis pengerangkengannya ini membuat treatment pun terhenti. Efeknya, saat ini, ia kehilangan penglihatannya.

Ngobrol dengan anak muda ini sangat amat menyenangkan. Ia begitu ramah. Ia juga memiliki cita-cita besar dan semangat hidup yang kuat. Saat ini, ia tengah merencanakan kembali kuliah di program studi Hubungan Internasional, dan bercita-cita untuk bekerja di ambassy. “Mohon doanya ya, Kang, semoga Tuhan mengabulkan niat saya,” katanya.

Menggali Cita-cita Besarnya

Pertemuan saya dengannya bertujuan untuk menggali cita-cita besarnya, membantu fokus dengan cita-cita tersebut, dan membuat blur semua elemen yang menghambatnya.

Dari hasil penggalian, cita-citanya sangat kuat untuk bekerja di ambassy, selain nanti ia ingin membuka bisnis kopi. Tangga-tangga terang yang mengarah ke cita-cita tersebut sudah mulai ia bangun. Bulan September ini ia siap memulai perkuliahan di program studi Hubungan Internasional di sebuah kampus. Lalu di tahun-tahun kemarin hingga sekarang, ia aktif di berbagai forum baik nasional maupun internasional, yang membahas isu-isu kesehatan mental. Bulan lalu ia baru pulang dari Nepal. Ini jelas sangat memupuk kapasitas, semangat dan kepercayaandirinya.

Mengidentifikasi Hambatan

Namun, menurutnya, di antara tangga-tangga terang tersebut, ada beberapa hambatan yang harus ia atasi. Di antaranya, glukomanya yang menyebabkan ia kehilangan penglihatan. Lalu rasa sakit di punggungnya yang sangat mengganggu. Dari aspek mental, rasa sendiri kerap menyergap dan membuatnya merasa malas ngapa-ngapain. Halusinasi dan delusi juga masih sering hadir sebagai gejala skizofrenia-nya, walau tentang ini, ia sudah cukup terlatih mengidentifikasi dan meng-handle-nya sendiri.

Tentang sakit punggung, ia sudah memeriksakannya ke dokter, dan sudah dilakukan serangkaian pemeriksaan melaui MRI. Tak ada aspek patalogi/fisik yang terdiagnosis dan menyebabkan sakit di punggung. Dokter menyebutnya kemungkinan ini efek trauma, akibat selama 2 tahun ia ditahan dalam ruang kecil dan hanya rebahan di lantai yang keras. Sangat masuk akal, karena saya sendiri banyak menemukan kasus trauma yang berefek pada sakit fisik (psikosomatik).

Ketika Lensa Pikiran Fokus, Sekelilingnya jadi Blur

Setelah semua teridentifaksi, anak muda ini sepakat, bahwa goal dari pertemuan kali ini adalah, memfokuskan tubuh dan pikirannya untuk bergerak mengarahkan dirinya, mencapai cita-cita besarnya.  Fokus itu ibarat lensa kamera yang diputar pada titik tertentu. Yang hadir adalah obyek yang dituju, sementara sekeliling lensanya blur. Dengan lensa tubuh dan pikiran anak muda ini fokus pada cita-cita besarnya, maka semua ekselensinya hadir, dan semua yang menghambatnya blur.

Anak muda ini saya pandu untuk mengakses subconscious dirinya, dan menginstal program tersebut di dalamnya. Subconscious adalah ruang yang mengendalikan tindakan manusia. Seperti sebuah program yang diinstal di komputer, dengan menginstal program pemokusan diri dan pikiran pada cita-cita besar di subconscious anak muda ini, maka seluruh operation system tubuh dan pikirannya bergerak untuk mewujudkannya.

Berdamai dengan Diri

Metode yang saya pakai adalah extended progressive relaxation, dipadu dengan metode ego state therapy. Saya ajak ia untuk merilekskan dirinya, lalu ia berkomunikasi ke bagian-bagian tubuhnya, termasuk mata dan punggungnya yang kerap sakit. Anak muda ini saya pandu untuk berdamai dengan bagian-bagian tubuh dan pikiranya. Untuk bersinergi, untuk tenang, untuk nyaman, untuk sembuh, dan mendukungnya dengan penuh, dalam mewujudkan cita-cita besar dia.

“Tubuh. Engkau adalah bagian dari aku. Aku adalah bagian dari kamu. Berdamailah, bersinergilah, tenanglah, nyamanlah, sembuhlah. Aku sangat memahami bahwa kamu ingin tenang, nyaman, dan sembuh. Maka pahami juga bahwa aku ingin tenang, nyaman dan sembuh. Tubuh. Engkau adalah bagian dari aku. Aku adalah bagian dari kamu. Berdamailah, bersinergilah, tenanglah, nyamanlah, sembuhlah.”*

Frekuensi Theta

Saya sangat bersyukur, karena anak muda dengan skizofrenia ini berhasil mencapai titik rileks yang tinggi. Ini di luar perkiraan saya.

Biasanya, orang dengan skizofrenia sulit sekali dipandu untuk mentransisikan kesadarannya. Anak muda ini berhasil mencapai frekuensi theta (ruang ketika listrik yang berputar di saraf-saraf otaknya mencapai 8-4 putaran listrik perdetik (cycles persecond/ CPS).

Semoga, program yang ia install di dalam dirinya bekerja dengan baik. Semangatnya kuat. Kepercayaandirinya semakin meningkat. Hambatannya memudar. Rasa sakit di punggungnya menghilang. Dan penglihatannya, dengan treament medis yang intens, mengalami percepatan perbaikan yang signifikan.

Semoga juga, gejala halusinasi yang kerap menerpanya berkurang bahkan menghilang. Tubuh dan pikirannya Tuhan mudahkan, Tuhan lancarkan, Tuhan bahagiakan, sehingga jalannya terang dan semakin terang. Amin Ya Rabbal Alamin.

===

*Struktur kalimat dan teknik komunikasi dengan diri ini sangat ampuh. Anda bisa mempelajarinya di Pelatihan The Writers Batch 4, yang saya pandu. Silakan begabung. Pelatihan The Writers Batch 4 berlangsung 8 sesi, dan siap dimulai Sabtu, 7 September, pk. 20.00 – 22.00 WIB via Zoom. 4 sesi Creative Writing dipandu oleh Om Budiman Hakim; dan 4 Sesi Automatic Writing dipandu oleh Asep Herna. Untuk daftar, hubungi WA: 0811-8774-466. Info, klik di sini.

(Asep Herna, Instruktur Hypnotherapy dan Founder Audioterapi.Com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *