24 November 2024
Resolusi (Itu Semestinya) Setiap Hari

Foto: Istimewa

Saban perayaan tahun baru tiba, sebagian besar orang tentu berpikir soal resolusi untuk hari-hari yang akan dijalani ke depan.

Di antara riuh pesta letupan kembang api yang membuat gelap langit tiba-tiba berwarna dan acara kumpul makan-makan bersama para sahabat dan keluarga, segala resolusi didamba untuk hari-hari yang (mudah-mudahan menjadi) lebih baik. Pun bagi sebagian orang yang memilih menepi untuk berinstrospeksi, nun di kesenyapan lereng-lereng pegunungan ataupun di deruk dan debur ombak lautan, harapan—resolusi—adalah sesuatu yang dicita. Bagi orang-orang, harapan adalah salah satu pertanda bahwa hidup masih akan berlanjut, tak terkecuali bagi orang-orang yang mulai berputus asa ataupun patah hati.

Kebanyakan orang membuat sejumlah catatan resolusi hanya untuk diri mereka sendiri dan berfokus pada perbaikan diri; tak peduli hajat itu tercapai atau tidak. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Amerika Serikat, misalnya, meskipun 45 persen orang-orang di sana mengatakan biasanya membuat resolusi setiap tahun baru, toh hanya sekitar 8 persen yang mengaku mencapai tujuan mereka. Namun catatan tak mengenakkan tersebut mungkin tidak akan menghentikan orang untuk selalu membuat resolusi; mencanangkan harapan-harapan.

Tapi, omong-omong, apa sebenarnya resolusi (tahun baru) itu? Dari mana ia berasal?

Sudah Ada Sejak Abad ke-14

Istilah “resolusi” bermula dari kata resolucioun dalam bahasa Prancis Kuno yang bermakna “pemecahan atau pengurangan menjadi beberapa bagian; proses pemecahan, pembubaran”. Istilah ini diduga sudah muncul pada sekitar abad ke-14. Kata resolucioun diambil dari kata resolusiem dalam bahasa Latin yang berarti “proses menyelesaikan atau mereduksi sesuatu menjadi bentuk yang lebih sederhana”. Di sinilah muncul pengertian “pemecahan”—seperti masalah matematika. Pada abad ke-15, makna resolusi berkembang menjadi “kekuatan memegang teguh, karakter bertindak dengan tujuan tetap” ataupun “kerangka berpikir”. Lalu pada tahun 1800-an, makna resolusi meluas lagi (terutama di bidang fisika) menjadi “efek alat optik dalam membuat bagian-bagian komponen obyek yang dapat dibedakan”. Dalam bahasa Inggris pertengahan, kata ini juga bisa berarti “parafrasa”, sebagai pemecahan dan penataan ulang suatu teks atau terjemahan.

Pada abad ke-16, kata resolusi juga punya makna di bidang hukum/politik, yakni “keputusan resmi atau pernyataan rapat atau sidang”. Nah, kata resolusi tahun baru yang mengacu pada “niat khusus untuk memperbaiki diri” diduga mulai muncul tahun 1780-an.

Dipelopori Bangsa Babilonia

Sudah banyak artikel yang menulis asal-mula pengertian resolusi tahun baru ini. Konon, bangsa Babilonia-lah yang tercatat pertama kali membuat resolusi tahun baru, sekitar 4.000 tahun silam—tentu saja istilahnya belum “resolusi”. Mereka juga tercatat sebagai penduduk bumi yang pertama kali merayakan peringatan tahun baru! Tapi, bagi mereka, tahun baru bukan dimulai pada Januari, melainkan pada Maret, yakni ketika musim tanam tiba.

Mereka punya perayaan semacam festival keagamaan yang dinamai akitu. Dalam perayaan itu, mereka menobatkan raja baru atau menegaskan kembali kesetiaan mereka kepada raja yang sedang berkuasa. Dalam kesempatan itu, mereka juga berjanji akan mengembalikan utang dan semua benda yang mereka pinjam dari para dewa. Jika janji-janji itu terealisasi, mereka yakin para dewa kebaikan akan bersama dan, sebaliknya, mereka akan mengalami kesulitan jika mengingkarinya. Nah, janji-janji inilah yang dianggap sebagai cikal-bakal resolusi tahun baru yang selama ini kita kenal. Resolusi ini kemudian berkembang menjadi sebuah kultur di masyarakat global pada setiap momen pergantian tahun.

Hal yang sama terjadi di Roma Kuno. Sekitar tahun 46 SM, Kaisar Roma Kuno Julius Caesar, yang dikenal berpikiran reformis, mengutak-atik kalender dan menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun baru. Janus—begitu orang Romawi Kuno menyebut bulan Januari—digambarkan sebagai dewa bermuka dua yang rohnya menghuni pintu dan lengkungan. Janus memiliki arti khusus bagi orang-orang Romawi. Mereka percaya bahwa Janus secara simbolis bermakna melihat ke belakang, ke tahun sebelumnya, dan ke masa depan. Pada 1 Januari itu, mereka mempersembahkan hadiah kepada para dewa dan berjanji akan berperilaku baik untuk tahun-tahun yang akan datang. 

BACA JUGA: Istilah-istilah di Tahun Politik yang Bikin Gemoy

Adapun bagi sejumlah umat Kristiani, hari pertama tahun baru biasanya menjadi momen tradisional untuk memikirkan kesalahan dan kelalaian pada masa lalu serta memutuskan untuk berbuat lebih baik di masa berikutnya. Tahun baru bagi mereka juga begitu istimewa karena berdekatan dengan perayaan Natal. Perayaan malam tahun baru yang juga dikenal sebagai “kebaktian jaga malam” sudah digelar pada 1740-an. Saat itu, pendeta Inggris John Wesley, pendiri gerakan Metodisme—sekelompok denominasi Kristen Protestan yang asal-usul, doktrin, serta praktiknya berasal dari ajaran dan kehidupan Wesley, yang menggunakan cara metodis dalam menjalankan iman Kristen mereka—mendirikan Layanan Pembaruan Perjanjian. Kebaktian ini mencakup pembacaan kitab suci dan nyanyian pujian sebagai alternatif kontemplasi spiritual terhadap perayaan yang riuh saat merayakan datangnya tahun baru.

Sederet Rencana

Kini, banyak pandangan ataupun definisi soal resolusi setiap tahun baru tiba. Resolusi tahun baru biasanya terdiri atas daftar keinginan seseorang pada awal tahun untuk sejumlah target atau pembenahan ke depan. Isi resolusi yang ditulis biasanya berupa pengharapan untuk menjadi lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Resolusi ini dibuat agar semua rencana pada tahun berikutnya dapat tersusun dengan baik. Meski terkesan berulang saban tahun, harapan-harapan yang muncul biasanya lebih spesifik. Bahkan bisa jadi mengulang target pada tahun sebelumnya karena merasa belum tercapai atau belum maksimal. Target-target baru pun biasanya hadir karena dipengaruhi hal-hal yang situasional dan kontekstual. Contohnya bisa bersaing dan eksis untuk menghadapi perubahan kehidupan baru di era digital saat ini.

Namun, bagi sebagian orang, termasuk saya, resolusi itu enggak mesti dicanangkan setiap tahun baru tiba. Berubah menjadi lebih baik, meneguhkan janji untuk perubahan, perbaikan, dan semacamnya semestinya datang setiap hari. Setiap perubahan tahun, sekali lagi bagi saya, sekadar perubahan angka-angka. Menjadi renta, berkurang usia, sudah pasti; hari demi hari. Tapi, menjadi lebih dewasa, menjalani hidup dengan lebih baik, seiring dengan rontoknya usia, adalah harapan yang belum tentu disanggupi semua orang. Buktinya, masih banyak orang yang berbuat cela enggak bosan-bosan menyambangi jeruji penjara. Masih banyak orang yang gemar menzalimi sesama, tak berhenti jua melakukan perbuatan yang sama. Dalam hal ini, resolusi hanyalah janji-janji; bunga-bunga setiap pergantian tahun tiba. Seperti keyakinan para penduduk Babilonia dulu, para dewa kebaikan akan menjauh karena kita mengingkarinya…  

(S. Maduprojo, sumber rujukan History.com dan berbagai sumber lainnya)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *