24 November 2024
Budiman Hakim, salah satu instruktur Sekolah Iklan. (Foto: Benny Kadar)

Budiman Hakim, salah satu instruktur Sekolah Iklan. (Foto: Benny Kadar)

Era digital saat ini membuat siapapun bisa jadi brand owner, bisa jadi marketer, bisa jadi seller, tanpa perlu biaya semahal ketika zaman konvensional dulu. Hal kunci yang harus dikuasai adalah kemampuan mengiklankannya, yaitu, serangkaian teknik komunikasi yang membuat calon konsumen jatuh cinta pada brand kita!

Ini yang tidak semua pemilik brand, tim marketing, tim sales, bahkan advertising agency menyadari dan menguasainya. Sehingga, proses pemasaran brand yang dikelolanya menjadi berantakan karena dijalankan tidak dengan strategi dan cara yang seharusnya. Kalaupun berhasil, ya, jadinya untung-untungan saja, sehingga, keberhasilan itu tidak bisa diduplikasi, di-modeling, dan diamplifikasi.

Lahirnya Sekolah Iklan

Keadaan seperti ini, membuat dua praktisi kreatif iklan Indonesia, Budiman Hakim dan Asep Herna, tergerak untuk menghadirkan program pelatihan komprehensif berbasis skill. Program yang bukan hanya untuk memberi peserta pemahaman teoretik secara mendalam tentang iklan dari A sampai Z, tapi juga penguasaan filosofi, mindset kreatif dan terutama seni berpikir sekaligus skill dalam menciptakan karya-karya kreatif.

Maka, lahirlah Sekolah Iklan. “Di Sekolah Iklan, kami menggembleng peserta dari mulai skill merancang strategi komunikasi, lalu teknik menginventarisir ide-ide kreatif dalam hitungan menit, teknik copywriting dari basic hingga advance, sampai cara mengeksekusinya. Lengkap,” kata Devina Hanoum Hakim, direktur The Writers Academy, yang menyelenggarakan Sekolah Iklan ini.

“Kami tidak melahirkan ahli teori yang jago ngomong seluk-beluk iklan. Tapi kami melahirkan jagoan strategi dan kreator mumpuni,” lanjutnya.

Dipandu Langsung Praktisi

Konsep pelatihannya mengusung 40% teori dan 60% praktik. Dan karena instrukturnya adalah praktisi, bukan teoretisi, maka model pelatihannya adalah layaknya membawa keseharian kerja di kantor ke ruang pelatihan. Bagaimana cara membedah brand hingga menciptakan value (value creation). Bagaimana teknik brainstorming dalam menciptakan ide. Termasuk cara membuat copywritingnya. Semua diajarkan dengan sangat mudah, karena, dipandu oleh orang yang sangat terbiasa dan tahu caranya.

Salah satu instruktur Sekolah Iklan ini adalah Budiman Hakim. Ia seorang Creative Director dengan background copywriting yang sangat kuat. Ia pernah berkarir sebagai tim kreatif Leoburnett, sebuah perusahaan advertising multinasional. Lalu hijrah ke Ogilvy & Mather, perusahaan advertising dari Amerika. Pada 1993 ia mendirikan perusahaan sendiri bernama MACS909, the most creative advertising di Indonesia. Ratusan brand ia tangani. Antara lain Toyota, Danamon, Auto 2000, Permen Frozz, Bentoel Mild, Telkomsel, dll. Puluhan creative award pernah ia raih, baik nasional maupun internasional.

Demikian juga dengan Asep Herna. Ia adalah seorang Creative Director dengan basis copywriting. Pengalamannya lebih dari 20 tahun mengelola berbagai brand, seperti Djarum Black, KitKat, Indosat, Daihatsu, Mercedes-Benz, Pfizer, Pertamina, dan ratusan brand lainnya. Sama dengan Budiman Hakim, ia juga memenangkan berbagai penghargaan kreatif di berbagai festival iklan. Antara lain pernah memenangkan the best copywriting untuk salah satu iklan TV.

Asep Herna juga praktisi subconscious communications (ahli hipnosisme dan neurolinguistic programming). Sehingga, beruntung peserta yang mengikuti Sekolah Iklan ini, karena akan digembleng mengenai teknik-teknik Hypnotic Copywriting, metode penulisan copywriting yang menyasar bawah sadar khalayak.

Via Zoom

Sekolah Iklan ini diselenggarakan selama 8 sesi, setiap hari Sabtu dan Minggu malam, pukul 19.00. Medianya di Zoom.

“Dengan menggunakan platform Zoom, pelatihan ini bisa diikuti oleh siapapun dan di mana pun peserta berada. Tanpa harus pergi ke Jakarta,” ujar Devina. Tentu yang harus disiapkan adalah niat bersungguh-sungguh untuk bisa, plus sinyal dan kuota internet yang cukup.

Tak heran, selama ini, peserta Sekolah Iklan tersebar di berbagai kota dan pulau berbeda. Ada dari Sulawesi, Papua, Jawa, Jakarta, bahkan luar negeri. Ini memang jadi salah satu visi Sekolah Iklan untuk mendemokratisasi skill. Siapa pun dan di mana pun berhak untuk bisa.

Baca Juga: Membongkar Rahasia Kata

Belajarlah pada Ahlinya

Program Sekolah Iklan ini menjadi satu-satunya program yang dikelola langsung oleh praktisi iklan. Budiman Hakim dan Asep Herna sangat menyadari, ketika mereka merekrut tim kreatif maupun tim strategi di kantornya, walau lulusan universitas terkenal, tim tersebut harus ia gembleng terlebih dahulu, termasuk diikutkan berbagai pelatihan baik nasional maupun internasional. Mengapa demikian, karena rata-rata lulusan kampus itu sangat teoretik, sehingga harus diperkenalkan dulu dunia iklan real yang sebenarnya.

Belum lagi, di mana pun tidak ada yang namanya sekolah copywriting. Di kampus hanya jadi mata kuliah pengantar. Walaupun ada kursus atau workshop, sayangnya, kebanyakan tidak dijalankan oleh orang yang sudah berpengalaman sebagai copywriter.

“Nah, di Sekolah Iklan, yang ngajar memang praktisinya. Praktisi yang kredibel, tentunya,” kata Devina, menutup perbincangan dengan CK.

Memang, kalau kita mau belajar, tentu, kita harus belajar pada ahli di bidangnya. Kalau Anda setuju, silakan cari info lengkap tentang Sekolah Iklan ini, baik jadwal, modul, maupun cara daftarnya. Klik tautan ini: https://thewriters.id/academy/sekolah-iklan/.

(Redaksi CK)

Tonton juga Video Ini:

Sekolah Iklan, khusus hanya untuk yang mau jago bikin iklan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *