23 November 2024
MENYUSURI DIMENSI ABAD KE-13-18

Foto: Y. Martinus

4 Hari Persamuhan ke Petilasan Waliyullah
Masjid, antara lain, menjadi penanda penyebaran agama Islam di sebuah wilayah. Masjid menjadi bangunan yang penting, sebagai wadah berkumpul untuk berdakwah dan melakukan ibadah.

Sejumlah masjid, yang diperkirakan menjadi yang tertua, berdiri di sejumlah kota di pesisir pantai utara Jawa (pantura). Masjid-masjid ini rata-rata didirikan pada abad ke-14 hingga ke-18. Bahkan ada yang sudah dibangun pada abad ke-12 atau ke-13. Menarik melihat kaitan antara masa pendirian masjid-masjid ini dan upaya persebaran agama Islam di pesisir pantura.

Selain itu, dari sisi arsitektur, masjid-masjid tua di pesisir pantura ini menjadi wujud perpaduan seni bangunan Islam yang kental akan arsitektur–Jawa. Awalnya, bentuk kubah masjid-masjid ini hampir sama dengan rata-rata masjid kuno di seluruh Nusantara, yakni berkubah limas (piramida). Bangunan masjid-masjid tua ini memang sudah banyak direnovasi. Bahkan agak sulit dikenali bentuk aslinya. Namun, sejumlah masjid masih menyisakan barang-barang peninggalan pada masa awal pembangunannya. Ini yang menjadikannya warisan tak ternilai. Salah satu ciri yang mudah dikenali adalah adanya pilar-pilar kayu jati yang hingga sekarang masih berdiri kokoh di bagian dalam utama masjid. Jumlahnya ada yang empat pilar, ada juga yang enam atau delapan pilar. Di Masjid Agung Demak, misalnya, salah satu peninggalan bersejarah di masjid ini adalah empat tiang utama di tengah. Itu merupakan saka atau soko guru yang terbuat dari kayu jati, yang berfungsi sebagai penyangga kerangka masjid. Tiang tersebut konon dibuat sebagai lambang empat penjuru.

Bentuknya juga berbeda dari satu masjid dengan masjid lainnya; ada yang kotak/persegi panjang dan ada yang bulat. Ciri lainnya adalah beduk-beduk besar yang ditopang penyangga kayu jati. Selain itu, di sejumlah masjid, terdapat hiasan-hiasan atau artefak yang ditempelkan di dinding-dinding masjid. Ini menandakan sisi kultural para wali atau sunan. Misalnya, di Masjid Dog Jumeneng Gunung Jati, Cirebon. Saat masuk, pandangan mata peziarah atau anggota jemaah langsung tertuju pada artefak porselin oriental yang mencolok. 

Pada 7-10 Juli lalu, redaksi Catatankaki.net—Asep Herna, Y. Martinus, dan S. Maduprojomenelusuri bangunan-bangunan yang memiliki nilai historis itu. Kami mencoba menapak tilas dinamika syiar agama Islam di utara tanah Jawa lewat bangunan masjid-masjidnya. Tak hanya masjid-masjid bersejarah, kami juga menyambangi situs-situs bersejarah lainnya. Di antaranya makam Syekh Maulana Ibrahim, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Ampel.

Inilah oleh-oleh perjalanan kami selama lebih-kurang empat hari memasuki dimensi abad ke-13-18 di pesisir pantura.

Bagian Pertama: “Cirebon-Pekalongan-Demak”
Bagian Kedua: “Demak-Kudus-Tuban”
Bagian Ketiga: “Tuban-Gresik-Surabaya”

*Perjalanan liputan khusus ini didukung oleh Audioterapi.com, “hipnoterapi dalam satu jari”
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *