25 November 2024
Mabuk Kata

Foto: Freepik

Pada masa-masa sulit seperti ini, banyak orang yang berhati-hati dan berhemat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Perekonomian belum membaik. Ancaman pandemi di depan mata. Gejolak inflasi terus mengintai. Begitu juga semestinya dalam berbahasa. (Sebenarnya enggak ada hubungannya sih, tapi disambung-sambungin sajalah).

Memang dalam berbahasa kita suka boros, gitu? Jawabannya, lumayan sering.

Ada sejumlah gejala bahasa yang tanpa kita sadari membuat kita menjadi berlebihan. Lewah, kebanyakan, atau laku lajak alias lebai dalam menggunakan kata-kata ataupun kalimat. Gejala bahasa seperti ini disebut pleonasme, yakni pemakaian kata yang berlebihan. Coba kita lihat beberapa contohnya.

  • Pekerjaan itu melebihi tenggat waktu.
  • Di berbagai survei, tingkat elektabilitas calon presiden yang satu ini rendah.
  • Hanya saja, dia tetap berkukuh pada keinginannya.
  • Perbukitan sawah itu sangat indah sekali.
  • Dia sudah memberikan banyak data-data.

Coba kita kupas satu per satu ya contoh-contoh pleonasme di atas. (1) Tenggat bermakna batas waktu. Jadi, kalau sudah memakai kata “tenggat”, ya tidak usah ditambahi “waktu”. (2) Elektabilitas itu artinya tingkat keterpilihan. Jadi, kalau sudah pakai kata “elektabilitas”, ya tidak usah ditambahi “tingkat”. (3) Hanya itu artinya saja, cuma, atau sekadar. Jadi, cukup pakai “hanya”, tidak usah pakai “saja”. (4) Sangat itu artinya amat, sekali. Jadi, kalau sudah pakai “sangat”, ya enggak usah pakai “sekali”. (5) Banyak itu maknanya lebih dari satu. Jadi, kalau sudah pakai kata “banyak”, ya kata berikutnya tidak usah banyak-banyak, dalam hal ini cukup “data”. Masih banyak contoh gejala pleonasme ini dalam pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari.

Baca Juga: Salah Susun Kata Bisa Beda Makna

Lantas, bagaimana pleonasme bisa terjadi? Gejala bahasa ini muncul lantaran sejumlah penyebab. Di antaranya ketidaktahuan, ketidaksengajaan, kesengajaan dengan tujuan penekanan makna ataupun arti, serta peniruan atau persesuaian bentuk (concord) yang terdapat pada bahasa asing.

Jadi, hemat itu memang banyak manfaat. Bukankah yang berlebihan itu biasanya tidak baik, kan? Jangan sampai kita-kita ini, eh, kita mabuk kata…

(S. Maduprojo)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *