25 November 2024
Daun Terlarang

Ilustrasi daun ganja (Foto: Freepik)

Aksi Santi Warastuti di CFD yang menjadi viral (lihat: Extrava-Ganja, Bagian 1 Story Legalisasi Ganja) membuat Wakil Presiden Ma’ruf Amin tak luput mengikuti berita itu.

Ia pun menanggapi permintaan sang ibu kepada pemerintah untuk melegalkan ganja demi kebutuhan medis anaknya tersebut. Ma’ruf lantas meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengatur penggunaan ganja medis.

Ma’ruf mengatakan MUI sudah mengeluarkan putusan bahwa ganja dilarang karena menjadi pangkal masalah. Bahkan dalam Al-Quran juga sudah diatur soal larangan tersebut. Tapi ia menyebutkan adanya pengecualian apabila digunakan untuk keperluan medis.

Orang nomor dua di Indonesia itu pun berharap MUI segera mengeluarkan fatwa terbaru soal ini agar menjadi pedoman bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Indonesia memang menjadi salah satu negara yang masih melarang peredaran ganja. Siapa yang melanggarnya akan dikenai hukuman pidana. Ganjamerupakan salah satu jenis narkotika golongan I sebagaimana disebutkan dalam Daftar Narkotika Golongan I angka 8 Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika (“Permenkes 50/2018”): Tanaman ganja, semua tanaman genus-genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.”

Tak main-main, bagi yang berhubungan dengan “daun terlarang” ini, ancaman hukumannya, berdasarkan unsur-unsur dalam Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika tersebut, paling singkat 4 tahun bui dan paling lama 12 tahun. Selain itu, pidana denda paling sedikit Rp 800 juta dan paling banyak Rp 8 miliar jika memang ia terbukti secara sah memiliki narkotika golongan ini. Pasal ini tidak memandang apakah berat dari ganja yang ia miliki itu kurang dari 1 gram atau lebih.

Namun, jika seseorang memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I yang beratnya melebihi 5 (lima) gram, berdasarkan Pasal 112 ayat (2) UU Narkotika, ancaman pidananya lebih berat, yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda maksimum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 112 ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pelarangan Ganja di Indonesia

Bicara seputar kapan ganja masuk ke indonesia tampaknya belum ada sejarah yang pasti. Kendati begitu, menurut Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara, Inang Winarso, ganja datang ke Indonesia karena dibawa oleh pedagang Gujarat dari India yang mendarat di Aceh pada abad ke-14. Kala itu ganja masih digunakan untuk alat tukar, dengan komoditas berupa cengkeh, kopi, lada, vanili, dan jenis rempah-rempah lainnya.

Di era penjajahan kolonial Belanda, keberadaan ganja tidak dipermasalahkan sama sekali. Bahkan saat itu ganja dipromosikan. Hal ini terbukti dalam arsip iklan-iklan di zaman itu, yang mempromosikan rokok ganja sebagai obat untuk asma, batuk, dan penyakit tenggorokan, serta kesulitan bernapas dan tidur.

Soal pelarangan ganja di Indonesia, disebutkan lebih banyak karena imbas dari pelarangan ganja di kancah internasional. Saat itu, pada era 1960-an, Amerika Serikat mengharamkan ganja lantaran berbagai pertimbangan yang bersifat politis dan industri.

Ganja diharamkan karena warga lokal kalah bersaing dengan imigran Meksiko yang memenuhi lapangan pekerjaan perkebunan Amerika. Para imigran ini membawa serta ganja bersama mereka. Selain itu, keberadaan ganja semakin dipersempit karena dinilai menyaingi serat plastik bikinan Amerika Serikat.

Karena dua hal itu, pada 1961, konvensi tunggal tentang narkotika memasukkan ganja sebagai narkotika, yang setara dengan opium dan kokain, yang penggunaannya dilarang.

Kebijakan tersebut akhirnya berimbas di Indonesia, 15 tahun kemudian. Ya, di era pemerintahan Presiden Soeharto, ganja dilarang melalui UU Narkotika Nomor 8 Tahun 1976. Sejak saat itu, ganja pun menjadi barang haram dan dilarang penggunaannya di masyarakat. Bahkan polisi secara represif mengejar, menangkap, dan memenjarakan orang yang membawa dan menggunakan ganja, hingga saat ini.

Baca Juga: Setuju atau Tidak Kalau Ganja Medis Legal
Baca Juga: Manfaat Ganja untuk Obat
Baca Juga: Mudarat Ganja: dari Euforia, Ketagihan, sampai Merusak Otak

Sejarah Ganja Medis Nusantara

Budaya pemanfaatan ganja di Nusantara sejatinya telah dilakukan sejak dulu. Di Aceh ada keyakinan masyarakat yang masih memanfaatkan rebusan akar ganja sebagai pengobatan untuk penyakit diabetes. Hal itu tertuang dalam kitab Tajul Muluk, sebuah naskah kuno yang berasal dari Arab yang dibawa masuk ke Aceh oleh saudagar dan pedagang dari Persia serta Negeri Rum (Turki) sekitar abad ke-16.

Dalam kitab Tajul Muluk, ganja disebut-sebut sering dipakai sebagai obat untuk penyakit kencing manis atau diabetes. Akar ganja direbus dan airnya diminum oleh penderita penyakit ini.

Tak hanya di Aceh dan wilayah lain di Sumatera, tapi juga di Ambon, Jakarta, hingga Bogor. Hal itu terungkap di lembaran fakta ganja di Indonesia yang dirilis oleh Transnational Institute.

Sekalipun budi daya ganja di kepulauan indonesia tak begitu populer, ganja nyatanya tetap ditanam di Ambon dengan biji yang didapatkan dari Pulau Jawa. Dalam buku Herbarium Amboinense (1741) karya ahli botani Jerman-Belanda G.E. Rumphius, disebutkan bahwa ganja kala itu digunakan untuk ritual dan pengobatan.

Selain sebagai medis dan konsumsi makanan, ganja banyak dimanfaatkan dalam aktivitas perkebunan. Di banyak ladang di berbagai daerah, ganja ditanam di antara tanaman lain sebagai penghalau hama.

(A. Subagio, dirujuk dari berbagai sumber)

(Bagian 3 Story Legalisasi Ganja)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *