10 November 2024
Manfaat Ganja untuk Obat

Ilustrasi (Foto: Freepik)

Penggunaan tanaman ganja sebagai obat sudah berlangsung selama ribuan tahun.

Kasus pertama yang terdokumentasikan terjadi pada 2800 SM, ketika ganja digunakan untuk mengobati berbagai macam masalah kesehatan dan terdaftar di farmakope—buku standar obat yang menguraikan bahan obat-obatan, bahan kimia dalam obat dan sifatnya, khasiat obat dan dosis yang dilazimkan—Kaisar Shen Nung, yang dikenal sebagai bapak pengobatan Tiongkok. 

Terapi memanfaatkan tanaman ganja disebutkan dalam teks-teks Hindu India, Asyur, Yunani, dan Romawi. Teks-teks itu melaporkan tentang pemanfaatan ganja untuk pengobatan radang sendi, depresi, amenore, peradangan, nyeri, kurang nafsu makan, dan asma. 

Dalam legenda Hindu, dikisahkan bahwa Siwa, dewa tertinggi di antara para dewa, diberi gelar ”The Lord of Bhang” karena tanaman ganja adalah makanan favoritnya. Dewa Siwa diyakini telah menggunakan bhang untuk memusatkan perhatian dan memanfaatkan kekuatan ilahinya. Teks-teks Hindu kuno mengaitkan timbulnya demam disertai “napas panas para dewa” yang marah dengan perilaku orang yang menderita. Bagi mereka, menggunakan ganja dalam upacara keagamaan menenangkan para dewa dan karena itu mengurangi demam. Bukti ilmiah terbaru memberikan penjelasan alternatif. Tetrahydrocannabinol (THC)—psikotropika yang merupakan senyawa utama dari ganja—bekerja pada hipotalamus untuk menurunkan suhu tubuh. Adapun dalam ritual Ayurvedic dan Tibbi disebutkan bahwa ganja digunakan untuk mengobati penyakit seperti malaria dan reumatik. Dalam masyarakat India, ganja juga dianggap sebagai salah satu dari lima tanaman paling sakral di muka bumi. 

Untuk mengetahui sekilas sejarah penggunaan dan pemanfaatan ganja, berikut ini lini masa ganja untuk obat:


2800 SM – Tanaman ganja terdaftar di farmakope Kaisar Shen Nung.


SM – Dalam legenda Hindu, dikisahkan bahwa Siwa, dewa tertinggi di antara para dewa, diberi gelar ”The Lord of Bhang” karena tanaman ganja adalah makanan favoritnya

129-200 M – Galenos atau Galenus, juga dikenal sebagai Galenus dari Pergamon, seorang dokter Yunani pada zaman Kekaisaran Romawi, menggunakan ganja untuk pengobatan terapeutik dan peningkatan suasana hati. Galenos memiliki pengaruh besar dalam kedokteran Eropa.

1841 – William Brooke O’Shaughnessy memperkenalkan ganja untuk pengobatan Barat setelah ia tinggal di India. Dia menulis banyak tentang penggunaan terapeutik ganja, termasuk kasus di mana ganja mampu menghentikan kejang pada seorang anak.

1898 – Peneliti Dunstan dan Henry menemukan cannabinol (CBN)—senyawa kimia pada ganja yang banyak digunakan untuk penyakit sindrom epilepsi.

1936 – Film Reefer Madness dirilis, mengutuk ganja sebagai obat yang sangat adiktif, yang menyebabkan gangguan mental dan kekerasan.

1937 – Pemerintah Amerika Serikat mengenakan pajak untuk penggunaan ganja bagi pengobatan dan rekreasi berdasarkan Undang-Undang Pajak Marijuana.

1940-an – Peneliti Adams dan Todd secara independen mengembangkan cannabidiol (CBD).

1964 – Raphael Mechoulam, ahli kimia organik Israel dan profesor kimia obat-obatan di Universitas Ibrani Yerusalem, Israel, menemukan THC—etrahidrokanabinol, psikotropika yang merupakan senyawa utama dari ganja.

1970 – AS memperkenalkan Undang-Undang Zat Terkendali, yang mencantumkan ganja sebagai “tidak memiliki penggunaan medis dan berpotensi tinggi disalahgunakan”.

1988 – Allyn Howlett, professor fisiologi dan farmakologi, menemukan reseptor CB1 pada otak tikus. Reseptor CB1 terletak terutama di otak dan sumsum tulang belakang serta bertanggung jawab atas efek psikoaktif, sama halnya seperti ganja.

1992 – Devane dan Mechoulam menemukan anandamide. Anandamide adalah endocannabinoid pertama yang ditemukan. Ia berpartisipasi dalam sistem endocannabinoid tubuh dengan mengikat reseptor cannabinoid, reseptor yang sama dengan senyawa psikoaktif THC dalam ganja.

1993 – Penemuan reseptor CB2. Sama seperti CB1, CB2 banyak ditemukan di sistem saraf tepi.

1995 – Mechoulam dan Sugiura menemukan 2-AG. Endocannabinoid 2-AG mempunyai struktur hampir mirip dengan kandungan alamiah daun ganja.

1996 – California melegalkan ganja medis dengan memperkenalkan Undang-Undang Penggunaan “Welas Asih”.

1999Endocannabinoid ditemukan untuk mengaktifkan reseptor TRPV1. Ini merupakan reseptor yang diaktifkan oleh senyawa pedas dalam cabai.

2007Endocannabinoid terbukti mengaktifkan GPR55. Reseptor yang berpasangan dengan G-protein 55 ini muncul sebagai kontributor utama bagi banyak tindakan ganja dalam otak dan tubuh, termasuk manfaat CBD dalam mencegah kejang dan memerangi tumor kanker. GPR55 pertama kali diidentifikasi pada 1999. Pada saat itu, tidak ada yang tahu apa fungsinya atau bagaimana itu diaktifkan.

Baca Juga: Extrava-Ganja
Baca Juga: Setuju atau Tidak Kalau Ganja Medis Legal?
Baca Juga: Daun Terlarang
Baca Juga: Mudarat Ganja: dari Euforia, Ketagihan, sampai Merusak Otak

2012 – CBD terbukti mengurangi gejala skizofrenia pada pasien yang sebanding dengan obat antipsikotik konvensional.

2016 – Australia melegalkan ganja medis dan penanamannya untuk tujuan medis.

2017 – CBD terbukti mengurangi kejang pada epilepsi masa kanak-kanak dalam uji coba terkontrol plasebo.

2017 – Uruguay secara resmi melegalkan penggunaan narkoba jenis ganja mariyuana yang bertujuan untuk rekrasional dan menjadi negara pertama di dunia yang memperbolehkan masyarakatnya menggunakan ganja secara bebas. Legalisasi ini bukan hanya akan memperbolehkan apotek menjual bebas ganja, tapi juga membolehkan warganya menanam sendiri tanaman ganja.

2018 – Kanada melegalkan narkoba. Pemerintah Kanada mengungkapkan, sejak legalisasi ganja, negara ini meraup keuntungan hingga Rp 16 triliun.

2021 – Malta mengumumkan diri sebagai negara Uni Eropa pertama yang memperbolehkan penggunaan ganja bagi warga negaranya, tapi masih dibatasi maksimal 7 gram per orang dan hanya diperbolehkan bagi masyarakat yang berusia lebih dari 18 tahun. Perizinan atas penanaman serta kepemilikan ganja ini sudah diatur dalam undang-undang.

Januari 2022 – Thailand menghapus ganja dari daftar obat terlarang dan membolehkan warganya menanam ganja.

Juli 2022 – Muncul wacana legalisasi ganja untuk kepentingan medis di Indonesia.

Catatan: –Hanya beberapa negara bagian di Amerika Serikat yang memperbolehkan penggunaan ganja, salah satunya pemerintah New York. New York secara resmi menjadi negara bagian ke-15 yang melegalkan penggunaan ganja untuk rekrasional bagi warga negaranya. – Sama seperti Amerika Serikat, di Australia, hanya Pemerintah Kota Canberra yang memperbolehkan masyarakatnya mengkonsumsi ganja secara legal demi kepentingan pribadi ataupun pengobatan.

(S. Maduprojo; Bahan rujukan: The History of Cannabis-The University of Sydney, Bhang, A Story of Divine Intoxication, dan berbagai sumber)

(Bagian 4 Story Legalisasi Ganja)

 
 
 
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *