Pernahkah melihat langsung fenomena kesurupan? Matanya terbelalak. Jari-jari tangannya kejang dan kaku. Seringnya disertai teriakan-teriakan histeris.
“Kesurupan”. Fenomena ini banyak terjadi di Indonesia. Sedari saya kecil di kampung sana, saya kerap melihat dan mendengarnya. Fenomena ini bahkan membuat saya kerap gelisah, karena orang-orang sekitar mengait-ngaitkannya dengan mitos dan mistisisme tertentu.
Mistis atau Psikologis?
Sekarang-sekarang ini, kita sering mendengar fenomena “kesurupan massal”, yang terutama terjadi di kalangan para siswa SMP atau SMA. Di Jakarta, Jawa, Bali, dan daerah-daerah lainnya.
“Kesurupan” diidentikkan oleh masyarakat nusantara dengan masuknya ruh, jin, dan hal-hal gaib lain ke dalam entitas manusia. Di KBBI, yang notabene disusun oleh para ahli (terdiri dari sarjana, magister dan profesor linguistik), “kesurupan” diartikan sebagai: “…kemasukan (setan, roh) sehingga bertindak yg aneh-aneh…” Saya tidak tahu dari sumber keilmuan apa mereka merumuskan makna “kesurupan” ini.
Dengan penuh hormat pada kepercayaan yang ada, saya melihatnya dari sisi lain.
Bagi saya sendiri, fenomena “kesurupan” adalah hal yang sifatnya alamiah. Sesuatu yang sama sekali terjadi karena aspek psikologik. “Kesurupan” adalah proses terjadinya transisi frekuensi kesadaran manusia, dari level conscious ke level subconscious. Tentu ada banyak hal yang mempengaruhi terjadinya transisi tersebut. Seperti faktor empirik (lingkungan alam sekitar) dan faktor psikologik (internal diri).
Lingkungan, baik secara visual maupun audio (suara-suara), secara alamiah memiliki kemampuan untuk menggeser kesadaran seseorang. Itu sebabnya, mengapa fenomena “kesurupan” kerap terjadi di tempat tertentu saja. Misal di gunung, di sungai, atau di sekolah dengan tata ruang yang tanpa disadari oleh warga sekolah secara tak langsung sangat mendukung terjadinya pergeseran kesadaran.
Aspek lingkungan tersebut menjadi kuat ketika berpadu dengah faktor-faktor psikologik, seperti adanya mental pressure yang kuat. Entah itu karena ketegangan akan ujian, tugas yang dirasa siswa sangat berat, atau konflik lain.
Baca juga: Tercekam Takut ala The Scream
Aspek psikologik ini, akan menjadi-jadi saat mental pressure tersebut dirasakan bukan oleh individual saja, tapi menjadi tekanan yang dialami bersama. Maka ketika satu orang saja dari mereka meletup, letupan itu akan menjadi pemicu bagi yang lainnya. Karena hukum emosi manusia itu saling menular, tak heran bila ujungnya, terjadilah yang namanya “kesurupan massal”.
Dari uraian di atas, bisa disimpulkan, bahwa “kesurupan” adalah abreaksi. Sebuah pelepasan, luapan, atau ledakan muatan emosi bawah sadar manusia. Wujudnya dalam bentuk histeria, teriakan, ucapan-ucapan aneh, atau tegangan secara fisik.
Tak Perlu Panik
Menghadapi hal ini sebenarnya kita nggak perlu kuatir, karena abreaksi sendiri adalah peristiwa “sehat”. Begitu selesai, maka diri orang yang mengalaminya akan merasa plong, rileks, dan lepas.
Saya sendiri pernah berhadapan dengan kasus ini sekitar setahun lalu. Dalam suatu momen, ada satu anak SMA mengalami abreaksi. Tubuhnya kejang bergetar-getar, nafasnya tersengal, dan matanya terbuka.
Si anak perempuan ini mengalami frekuensi pergeseran kesadaran. Saya berasumsi, beberapa teman sekitarnya pasti akan menyusul mengalami “kesurupan massal”, karena saya yakin, beberapa di antaranya ada dalam proses psikologik yang sama. Maka usaha saya agar tidak terjadi “kesurupan massal” yang bakal bikin lebih repot lagi adalah, membuat framing di kepala teman-temannya; agar mereka selalu aware dan merasa aman bersama saya.
Perlu sekitar 10 menit untuk menaikkan level kesadaran siswa yang “kesurupan” tadi. Saya hanya berkomunikasi dengan subconsciousnya; dengan cara dia, dengan believe system dia.
Dan unik, begitu dia sadar, saya tanya apa yang terjadi. Ia merasa blank begitu saja, tidak mengingat apapun ketika fenomena itu terjadi. Yang ia katakan, begitu sadar, ia merasa sangat nyaman dan bahagia.
Manusia itu memang menyimpan daya yang luar biasa. Dalam dirinya, ia memiliki begitu banyak cara “penyembuhan”, untuk setiap problem yang menimpanya. Pergeseran frekuensi kesadaran secara alamiah, adalah salah satu daya tersebut.
Akhirnya, saya kembalikan pada pembaca, untuk memandang fenomena ini dari kacamata mana saja.
(Asep Herna, Master & Instruktur Hipnoterapi)