MK akan memutuskan sengketa itu pada Senin, 22 April 2024. Salah satu amicus curiae diajukan Megawati Soekarnoputri. Lantas, apa sesungguhnya amicus curiae itu?
Amicus curiae secara harfiah diterjemahkan dari bahasa Latin sebagai “sahabat istana” atau dalam bahasa Inggris kerap disebut friends of court (kawan/sahabat pengadilan). Berasal dari bahasa Latin amicus yang berarti “teman”, terkait dengan amare yang bermakna “mencintai” + curia atau “pengadilan”. Jika jumlah pengaju lebih dari satu orang/organisasi (jamak), ia disebut amici curiae dan pengajunya disebut amici(s). Istilah ini ditengarai sudah ada pada 1610-an.
BISA MEMPENGARUHI PUTUSAN PENGADILAN
Secara umum, istilah ini mengacu pada seseorang atau kelompok yang bukan merupakan pihak dalam suatu tindakan, tapi mempunyai kepentingan yang kuat terhadap masalah tersebut. Orang atau kelompok ini akan mengajukan petisi kepada pengadilan untuk meminta izin menyampaikan laporan singkat tentang tindakan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan pengadilan, yang sering disebut “amicus briefs”.
Wikipedia menjelaskan amicus curiae sebagai seseorang atau institusi yang bukan pihak/diminta oleh para pihak di dalam sebuah perkara di pengadilan, yang memberikan informasi tentang hukum dan kasus yang sedang disidangkan secara independen dengan tujuan membantu pengadilan. Fungsinya tidak sekadar membantu pengadilan, tapi juga memajukan perkembangan hukum itu sendiri.
Miriam Webster Dictionary mendefinisikan amicus curiae sebagai “seseorang (sebagai orang atau organisasi profesional) yang bukan merupakan pihak dalam suatu litigasi tertentu (particular litigation), tapi diizinkan oleh pengadilan untuk menasihatinya sehubungan dengan beberapa perkara hukum yang secara langsung mempengaruhi perkara yang bersangkutan”.
Adapun situs web Britanica.com memberi penjelasan yang merujuk pada “orang yang membantu pengadilan dengan memberikan informasi atau nasihat mengenai pertanyaan hukum atau fakta. Ia bukan merupakan pihak dalam suatu tuntutan hukum dan karena itu berbeda dengan pihak yang melakukan intervensi, yang mempunyai kepentingan langsung dalam hasil tuntutan hukum tersebut dan diperbolehkan ikut serta sebagai salah satu pihak dalam tuntutan tersebut”.
BACA JUGA: 7 Buku Paling Banyak Dibaca Sepanjang Masa
Sistem hukum di Indonesia sebenarnya tidak mengenal amicus curiae, walaupun beberapa organisasi masyarakat sipil mencoba menggunakannya dalam beberapa kasus yang menarik perhatian masyarakat, seperti kasus-kasus pelanggaran hak-hak asasi manusia.
Sebenarnya tradisi amicus curiae berasal dari sistem hukum eropa kontinental (civil law) pada masa hukum Romawi. Tapi justru belakangan sistem hukum Anglo Saxon (common law) yang banyak mengakomodasi amicus curiae.
CONTOH PRAKTIK AMICUS CURIAE
Contoh praktik amicus curiae dalam lingkup peradilan di Indonesia adalah dalam putusan kasus Prita Mulyasari. Kasus Prita menarik perhatian masyarakat karena ibu dua anak ini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten, karena mengirim surat elektronik mengenai layanan salah satu rumah sakit di kawasan Tangerang kepada sahabatnya pada 15 Agustus 2008. Surat itu pun menyebar di Internet. Rumah sakit tersebut lantas membawa Prita ke pengadilan. Pada 11 Mei 2009, Prita diputuskan kalah dalam kasus perdata. Dia harus membayar ganti rugi materiil Rp 161 juta dan kerugian imateriil Rp 100 juta. Selanjutnya Prita juga disidang pidana. Dalam perjalanan kasus tersebut, beberapa lembaga, seperti The Institute for Criminal Justice Reform dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, memberikan amicus curiae. Mereka mempersoalkan hak kebebasan berpendapat dan berekspresi. Prita sendiri akhirnya divonis bebas dalam kasus tersebut.
(S. Maduprojo, diolah dari berbagai sumber)