Takut, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti ‘merasa gentar (ngeri) terhadap sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana’. Makna yang lain adalah ‘tidak berani’, ‘gelisah’, dan ‘khawatir’.
Rasa takut yang berlebihan terhadap sesuatu sehingga mengganggu kehidupan penderitanya, masih di KBBI juga, disebut dengan “Fobia”.
Antara Nyata dan Fantasi
“Takut bisa timbul karena berbagai hal, seperti ancaman, baik fisik maupun psikologis. Ancaman tersebut bisa nyata, atau justru hanya fantasi saja,” begitu kata Paul Eikman, seorang psikolog dan ahli mikroekspresi terkemuka dunia.
Saya setuju dengan pendapat Eikman, bahwa takut itu bersumber dari 2 hal, sesuatu yang nyata, atau fantasi semata. Ketika seseorang takut dengan ular Kobra, wajar, karena ular Kobra memiliki bisa yang luar biasa dan mematikan. Ini termasuk takut karena sumber yang nyata.
Tapi, ketika takut ular kobra ini kemudian didramatisasikan oleh subconscious (pikiran bawah sadar) secara berlebihan, seperti hanya melihat bahkan sekadar gambar atau film-nya saja sudah gemetar, maka rasa takut itu dideteksi sebagai takut yang bersumber dari fantasi saja.
Uniknya, rasa takut akibat dramatisasi fantasi, efeknya lebih dahsyat dari rasa takut yang bersumber pada ancaman nyata. Rasa takut pada ancaman nyata masih bisa dikendalikan, karena bisa diukur dengan pertimbangan rasional. Tapi efek takut karena fantasi, membuat tubuh dan emosi menjadi kehilangan kendali. Takut karena fantasi melewati batas rasionalitas, yang berarti di luar logika kita. Namun walau sumbernya fantasi, tapi efeknya nyata. Tubuh menjadi gemetar, lemas, mual, bahkan pingsan.
Baca Juga: Somnambulisme di Malam Madison
Takut karena Fantasi
Rasa takut yang bersumber pada fantasi ini, disebabkan oleh 2 hal. Pertama karena peristiwa traumatik, yaitu, sebuah momen tidak menyenangkan dan mengguncangkan, yang di puncak paling emosionalnya menyatu dengan trigger tertentu (anchor), lalu menjadi memori yang disimpan di bawah sadar. Kapan dan di mana pun trigger-nya muncul, maka perasaan sangat tidak menyenangkan tersebut hadir.
Penyebab kedua adalah edukasi, baik langsung maupun tidak langsung. Adanya edukasi bahwa sesuatu itu berbahaya dan menakutkan, dan edukasi tersebut dilakukan terus menerus, maka rasa takut itu pelan tapi pasti akan menjadi bagian dari dirinya. Contoh simpel, kalau di suatu keluarga ada yang fobia tikus, dan ia selalu histeris setiap kali melihat tikus di rumahnya, maka kemungkinan besar, subconscious anggota keluarga lain teredukasi secara tidak langsung, bahwa tikus itu menakutkan. Dan ia berpotensi untuk fobia akan tikus juga.
Bisakah Fobia Disembuhkan?
Kabar baiknya, fantasi rasa takut berlebih ini, baik karena trauma atau edukasi negatif yang membuat miskomunikasi di subconscious, bisa dengan mudah disembuhkan. Dan penyembuhnya, Tuhan ciptakan dalam diri kita. Semakin berat level fobia dan traumanya, semakin mudah cara menetralisirnya.
Untuk yang ingin mempelajarinya, silakan hadir di Pelatihan Menetralisir Fobia, yang siap saya selenggarakan besok Sabtu, 10 Agustus 2024, Pk. 13.00-16.00 secara semi private, di Zoom. Pelatihan ini pastinya bermanfaat untuk diri, juga membatu orang lain yang membutuhkan pertolongan kamu.
Sialakn gabung dengan daftar via WA di 08777-803-1272. Atau info lebih lanjut bisa klik di sini. (***)
(Asep Herna, Instruktur Hypnotherapy)