24 November 2024
“Politik Gentong Babi”

Kartun politik gentong babi di New York World tahun 1917. Sumber: Wikipedia.org

Menyimak berita politik akhir-akhir ini, ada istilah “baru” yang mungkin kalian dengar: politik gentong (tong) babi. Apa pulak ini, ya?


Istilah ini ternyata merujuk pada praktik-praktik yang biasanya dilakukan menjelang pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah tiba: menggunakan program-program bantuan (pemerintah) dengan tujuan merebut suara dan dukungan pemilih. Oh, ternyata itu. Yup!

Dari Pengawetan Daging Babi

Politik gentong babi aslinya disebut pork barrel politics. Kegiatan ini merupakan upaya calon pemimpin menebar uang atau barang kepada masyarakat untuk memikat pemilih sekaligus mendulang suara. Cara ini biasanya dilakukan calon inkumben atau petahana yang (masih) memiliki kekuasaan.

Pork barrel politics awalnya ditengarai dicetuskan di Amerika Serikat sebagai upaya iming-iming dan penggunaan sumber daya negara untuk mempengaruhi pemilih. Istilah “gentong babi” merupakan metafora yang berangkat dari kisah di Amerika Serikat pada zaman perbudakan dulu kala.

Pada 1700-an, penduduk Amerika Serikat terbiasa mengolah daging babi dengan cara seperti ini. Sebelum didinginkan, daging-daging babi tersebut diawetkan dengan direndam di air garam dalam sejumlah tong kayu yang masing-masing dapat menampung lebih dari 30 galon. Selain hardtack—dikenal juga dengan biskuit pilot atau biskuit laut, atau dalam bahasa Jepang disebut kanpan, terbuat dari tepung, air, serta kadang sedikit garam—dan daging kornet, daging babi asin merupakan ransum standar bagi banyak militer dan tentara Angkatan Laut sepanjang abad ke-17, 18, dan 19. Makanan itu digunakan, antara lain, dalam Perang 1812, Perang Saudara Amerika—juga dikenal sebagai Perang Antar-Negara Bagian, perang saudara antara negara bagian di utara dan selatan pada 12 April 1861-9 April 1865—serta Perang Napoleon.

Dari Artikel “The Children of the Public”

Penggunaan istilah gentong babi yang mengacu pada dana publik untuk pertama kalinya ditengarai ditemukan dalam cerita “The Children of the Public” pada 1863 oleh Edward Everett Hale (3 April 1822-10 Juni 1909)—seorang penulis Amerika, sejarawan, dan Menteri Unitarian. Edward terkenal dengan tulisan-tulisannya, seperti “The Man Without a Country”, diterbitkan di Atlantic Monthly, untuk mendukung Union—sering digunakan sebagai sinonim untuk “negara bagian utara yang setia kepada pemerintah Amerika Serikat”—selama Perang Saudara. Edward  adalah cucu Nathan Hale, mata-mata Amerika selama Perang Revolusi. “The Children of the Public” dimuat di Frank Leslie’s Illustrated Newspaper pada 24 dan 31 Januari 1863. Frank Leslie’s Illustrated Newspaper, yang kemudian berganti nama menjadi Leslie’s Weekly, adalah majalah sastra dan berita bergambar Amerika yang didirikan pada 1855 dan diterbitkan hingga 1922. Frank Leslie’s Illustrated Newspaper merupakan salah satu majalah yang didirikan oleh ilustrator ternama Amerika Frank Leslie. Bagian cerita “The Pork-Barrel” dituangkan di bab pertama cerita ini.  

BACA JUGA: Sawala

Di situ dikisahkan tentang tokoh Diakon yang berani mengambil daging babi yang tengah diasinkan di gentong kayu. Oleh seorang peramal, Diakon dinilai akan celaka karena telah lancang memakan daging babi dari tempat pengawetan itu, padahal Diakon belum memerlukannya. Kisah ini lalu dikaitkan dengan cerita penguasa yang, dengan cara yang ceroboh dan tidak disadari, selalu memberikan rezeki yang sebesar-besarnya kepada seluruh warga negara.

Sejak itulah ungkapan “politik gentong babi” diartikan sebagai pengeluaran dana publik oleh seorang politikus untuk kepentingan sekelompok kecil orang guna memperoleh dukungan mereka, dalam bentuk suara atau sumbangan kampanye.

Bisa jadi tulisan Edward Hale “The Children of the Public” terinspirasi oleh kisah para budak di Amerika yang berusaha memperlambat pekerjaan mereka untuk mengurangi keuntungan para pemilik budak. Nah, salah satu strategi para juragan itu agar para budak bekerja serius adalah menyiapkan sup daging babi di dalam gentong. Para juragan lantas mengeluarkan pengumuman, barang siapa yang bekerja paling giat diperkenankan mengambil daging tersebut. Cara seperti ini kemudian direproduksi dalam dunia politik bahwa persoalan ekonomi dan perut lapar tak bisa diajak berkompromi.

Saat ini, model politik gentong babi biasanya dijalankan oleh para penguasa inkumben di sejumlah negara dengan memakai sumber daya negara melalui program-program populis yang sengaja diimplementasikan pada periode elektoral untuk merebut suara dan dukungan pemilih. Dengan “bantuan sosial” yang telah diberikan, diharapkan rakyat merasa terbebani dan membalas budi dengan mendukung kelompok penguasa itu.

(S. Maduprojo, diolah dari berbagai sumber rujukan—online-literature.com, reason.com, wikipedia.org, halehouseri.org) 



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *