Ia ada di hampir seluruh belahan dunia. Orang menyebutnya berbeda-beda dan namanya pun bermacam-macam. Tapi, bahan dasarnya sama: kentang. Saat ini, kentang merupakan tanaman terpenting kelima di dunia setelah gandum, jagung, beras, dan tebu. Tapi, tahukah kamu, dari mana kentang berasal?
Peradaban Kuno Suku Inca
Kentang saat ini dikenal sebagai salah satu jenis sayuran favorit warga Amerika, meski sesungguhnya kentang bukanlah produk asli negara ini. Berdasarkan literatur, kentang diyakini diperkenalkan oleh suku Indian Inca di Peru. Merekalah suku pertama yang membudidayakan kentang, yakni pada 8.000-5.000 SM. Peradaban kuno suku Inca saat itu menggunakan waktu yang dibutuhkan untuk memasak kentang sebagai ukuran waktu.
Mereka mengkonsumsi kentang yang direbus, dipanggang, dan dihaluskan, seperti yang dilakukan orang Eropa sekarang. Tapi kentang-kentang itu juga direbus, dikupas, dicincang, dan dikeringkan untuk membuat papas secas—difermentasi dalam rendaman air untuk menghasilkan toqosh yang lengket dan berbau serta digiling hingga menjadi bubur. Toqosh itu lantas direndam dalam kendi dan disaring untuk menghasilkan almidón de papa (tepung kentang). Yang paling umum adalah chuño, yang dibuat dengan menyebarkan kentang di luar untuk dibekukan pada malam yang dingin, kemudian dicairkan di bawah sinar matahari pagi. Siklus pembekuan-pencairan yang berulang mengubah kentang menjadi gumpalan yang lembut dan berair. Para petani lantas memeras airnya untuk menghasilkan chuño: bintil-bintil kaku seperti styrofoam yang jauh lebih kecil dan lebih ringan dibanding umbi aslinya. Chuño dimasak menjadi sup Andean yang pedas, menyerupai gnocchi, pangsit tepung kentang di Italia tengah. Chuño dapat disimpan selama bertahun-tahun. Makanan itulah yang menopang pasukan Inca.
Kentang pun menyebar ke seluruh koloni utara dalam jumlah terbatas, meski tidak diterima secara luas. Suatu waktu, Thomas Jefferson—Presiden ketiga Amerika Serikat yang menjabat pada 1801-1809—memperkenalkan kentang sebagai menu sajian tamu di Gedung Putih. Setelah itu, kentang pun semakin populer. Apalagi setelah para imigran dari Irlandia berdatangan ke Amerika.
Menjalar ke Eropa
Di Eropa, pada 1536, orang-orang Spanyol yang menduduki Peru membawa kentang ke Eropa. Sebelumnya, kelompok yang dipimpin oleh Francisco Pizarro, yang mendarat pada 1532, mulai meniru kebiasaan orang-orang Indian yang memakan benda-benda “aneh dan bulat”. Pada awalnya, seperti di Amerika, jenis sayuran ini tidak diterima secara luas. Sir Walter Raleigh—penulis, penyair, orang istana, dan penjelajah berkebangsaan Inggris yang berperan merintis jalan bagi kolonisasi Britania Raya di Amerika Utara pada akhir abad ke-16—memperkenalkan kentang ke Irlandia pada 1589. Tapi butuh waktu hampir empat dekade agar kentang bisa menyebar ke seluruh Eropa.
Pada 1853, Andreas Friederich, seorang pematung Alsatian—satu wilayah di Prancis—mendirikan patung Sir Francis Drake di Offenburg, di barat daya Jerman. Sir Francis Drake, seorang penjelajah Inggris yang terkenal karena ekspedisinya pada 1577-1580, dianggap sebagai salah satu penyebar kentang di Eropa. Dalam patung itu, tangan kanannya bertumpu pada gagang pedang, sedangkan tangan kirinya mencengkeram tanaman kentang. Sayang, patung itu dirobohkan oleh Nazi pada awal 1939 sebagai tindakan anti-Semit dan anti-asing yang dikenal sebagai Kristallnacht.
Di Prancis, Marie Antoinette—Ratu Prancis terakhir sebelum Revolusi Prancis, istri Raja Louis XVI (1770–1793)—sangat menyukai bunga kentang. Ia kerap menaruhnya di rambutnya. Saat mekar, tanaman kentang memang mengeluarkan bunga dengan lima lobus, seperti bintang ungu gemuk. Louis XVI juga kerap menaruh bunga kentang itu di lubang kancingnya. Ternyata, selain untuk kebutuhan fashion, bunga-bunga tersebut merupakan bagian dari upaya membujuk petani dan rakyat Prancis agar menanam dan mulai mengkonsumsi kentang.
Pada sekitar abad ke-17 dan ke-18, saat terjadi krisis gandum dan tepung, bencana kelaparan hampir dialami sebagian besar penduduk Eropa. Tapi kentang telah menjadi “makanan penyelamat” hampir separuh lebih warga di sana. Bisa dibilang, pada akhir abad ke-18, kentang di sebagian besar Eropa telah menjadi makanan pokok.
Baca Bagian 2: Dari Patata sampai Kentang Mustofa (2)
Merebut Selera Bangsa Asia
Sementara itu, di Asia, kentang menyebar di Asia Timur setelah tahun 1600-an dan mulai menjadi salah satu makanan utama. Pada akhir kekuasaan Dinasti Ming, kentang menjadi menu favorit keluarga kekaisaran. Setelah periode pertengahan era Kaisar Qianlong (1735–1796) pada masa Dinasti Qing, peningkatan populasi dan kebutuhan untuk meningkatkan hasil biji-bijian menyebabkan budi daya kentang menyebar dengan cepat ke seluruh Tiongkok. Ia pun dengan cepat merebut selera orang-orang Asia.
Peter Boomgaard, profesor sejarah lingkungan dan ekonomi Asia Tenggara, mengungkapkan ubi jalar meluas di Indonesia pada 1670-an, kentang dan bengkuang pada 1780-an, dan singkong pada 1860-an.
Edward Terry, pendeta Inggris di Kedutaan Inggris untuk Great Mogul serta penulis tentang kerajaan Mogul dan masakan Asia Selatan, menyebutkan kentang sudah menjadi salah satu sajian dalam perjamuan di Ajmer kepada Sir Thomas Roe, Duta Besar Inggris, pada 1675. Pada tahun itu, kentang juga sudah ditanam di kebun sayur di Surat dan Karnataka. Pedagang Inggris memperkenalkan kentang ke Bengal sebagai tanaman umbi-umbian. Pada akhir abad ke-18, tanaman ini dibudidayakan di daerah perbukitan utara India dan diperkenalkan ke Tibet pada abad ke-19 melalui jalur perdagangan dari India.
(S. Maduprojo, rujukan: potatogoodness.com, tasteatlas.com, smithsonianmag.com, dan bahan lainnya)