Acara yang berlangsung 2 hari ini berjalan sangat meriah. Ada peluncuran buku, ada diskusi buku. Ada talkshow buku. Ada bedah buku. Ada pameran buku dan semua hal terkait buku. Yang menggembirakan, pengunjung yang hadir begitu beragam. Dari mulai kelompok Gen Z hingga para senior citizen, tumplek di sini. Rata-rata, mereka berasal dari komunitas berbeda. Ada komunitas pelajar, komunitas penulis di luar The Writers, komunitas entrepreneur, komunitas emak-emak, komunitas komik, komunitas barber, komunitas peduli anak jalanan, dll.
Ajang Bertemu Muka
Antusiasme seperti ini sangat membahagiakan dan menjadi obat dari kenyataan pahit bahwa minat baca Indonesia mendapat urutan ke-72 dari 77 negara. Setidaknya, dari sebuah creative hub bernama Pos Bloc, dengan The Writers sebagai carrier, semangat baca-tulis ini menular ke penjuru nusantara, bak virus yang siap mengubah peringkat angka kompetensi membaca kita menjadi lebih bermartabat dan bikin bangga (baca: tidak bikin malu).
Ajang seperti ini, seperti dikatakan oleh Budiman Hakim, founder The Writers, selain sebagai media yang memprovokasi setiap orang untuk mau menulis, apapun profesinya, juga menjadi media interaksi antara penulis dan pembacanya. Bagi pengunjung yang berminat untuk menjadi penulis, pengalaman para penulis senior, proses kreatif dari buku yang diluncurkan, juga success story dari buku yang dicetak ulang sampai berkali-kali, menjadi inspirasi tersendiri. Mereka mendapatkan semangat dan energi baru untuk mulai atau terus menulis. Sementara bagi pengunjung yang menempatkan diri sebagai pembaca, ajang ini menjadi kesempatan mereka untuk bertemu langsung dengan penulis, bertukar ide, minta tanda tangan, atau sekadar ber-wefie ria saja.
Chelsea! Chealsea! Chelsea!
Hari pertama diawali dengan peluncuran buku Chelsea Celesta, Paripurna. Bukan hanya puisi dan pemikiran Chelsea yang begitu mendalam dan luar biasa, interpersonal skill Chelsea dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan moderator dan pengunjung pun sangat jenius. Di usianya yang baru 16 tahun ini, kecerdasan dan keterampilan Chelsea dalam public speaking membuat Chelsea tampak begitu memukau. Tak heran kalau banyak sekali suporter Chelsea yang rata-rata berusia Gen Z berteriak: Chelsea! Chelsea! Chelsea!
Sehabis Chelsea, masuk acara bedah buku Bola Bundar Bulat karya Aris Heru Utomo, seorang diplomat yang sekarang menjadi salah satu direktur di direktorat Badan Pemeliharaan Ideologi Pancasila (BPIP). Aris mengupas tuntas tentang World Cup 2022 di Qatar. World Cup Qatar baginya memiliki dimensi yang sangat banyak, dari mulai bisnis, politik, hingga dimensi sosial budaya, termasuk agama di dalamnya.
Ada lagi penulis-penulis lainnya yang menjadi daya pukau hari pertama The Writers Book Festival ini. Teguh Heri Basuki dengan autobiografinya yang berjudul Menanti Fajar di Tanah Seberang, mampu mengemas pengamatan dan pengalamannya menjadi sebuah tulisan menarik. Tulisan menarik adalah tulisan yang mampu membuat koneksi emosi dengan batin pembacanya.
Komik Lokal yang Mendunia
Yang menarik adalah tampilnya 2 komikus, dengan dua gaya yang berbeda. Pertama kreator komik superhero bernama Cakrapolis, yaitu Andris Komala Halim. Cakrapolis adalah komik science fiction yang sudah melanglang berbagai negara, seperti Jerman, Italia, China, Abu Dhabi, Singapore, Amerika dan sebagainya. Cakrapolis adalah sebuah kota di dunia paralel, yang selama 84 tahun lalu sempat terjebak dalam perang panjang yang meluluhlantakkan. Cakrapolis City dibangun kembali. Diplomasi dengan planet lain diperbaiki. Pertahanan militer pun diperkuat, dengan teknologi alien, yang membuat Cakrapolis Air Force (CAF) semakin tangguh. Di sinilah hadir tokoh utamanya, Lieutenant Commander Bre Okaha alias Cakra.
Menurut Andris Halim, Cakrapolis bukan sekadar buku komik dengan tokoh superhero di dalamnya. Lebih dari itu, Cakrapolis adalah sebuah brand kolaboratif yang sangat terbuka. Itu sebabnya, di dunia komik nusantara, Cakrapolis mewadahi ratusan superhero lokal karya komikus-komikus Indonesia lainnya. “Begitu pula, sebagai brand, Cakrapolis pun siap bekerjasama dengan brand-brand lainnya. Baik pemerintah maupun swasta,” katanya, dalam talkshow yang dipandu Asep Herna.
Komikus lain yang tampil adalah sang legenda Gerdi W.K. Gerdi W.K. merupakan pencipta tokoh Gina yang ia tulis di tahun 1972. Serial pertamanya berjudul Siluman Ular. Selain tokoh Gina, Gerdi W.K. juga dikenal sebagai pencipta tokoh Sentini dan Boda. Termasuk tokoh-tokoh komik strip anak yang terkenal di Majalah Bobo, yaitu tokoh Oki dan Nirmala dalam “Negeri Dongeng”.
Terungkap di talkshow The Writers Book Festival, Gerdi W.K. kerap bekerjasama dengan sutarada iklan sekaligus penulis yang sering viral, Dedy Vansophi. Gerdi W.K. dan Dedy pernah bekerjasama membuat film serial web berjudul “Pendekar Jari Sakti”, commercial action film dari sebuah brand market place di Indonesia. Di tahun ini, Gerdi W.K. juga berkolaborasi dengan Dedy, yang siap meluncurkan edisi terbatas buku Orang-orang Tepi Kali yang di dalamnya ada subjudul “Sumantri dan Sukrosono”. Sub judul ini bentuknya adalah komik penuh.
Baca juga: Si Mata Pisau dari Leupung
Legenda Lama Melahirkan Legenda Baru
Selain Gerdi W.K. yang sangat terkenal memperkaya dunia komik Indonesia, ajang The Writers Book Festival ini juga dihadiri oleh tokoh-tokoh “pendekar” terkenal di dunianya masing-masing. Mereka dipersatukan oleh ketertarikannya pada satu hal: Dunia Literasi.
Marsekal (Purn.) Chappy Hakim salah satunya. Kepala Staf TNI-AU tahun 2002-2005 ini membakar semangat pengunjung untuk tak hanya kreatif menulis, tapi juga produktif menulis. “Berkumpullah dengan para penulis. Karena menulis itu menular,” demikian katanya. Chappy Hakim adalah jenderal bintang 4 yang telah menulis lebih dari 40 judul buku. Bahkan saat ia masih menjadi perwira aktif, ia mewajibkan para perwira di bawahnya untuk menulis buku. Dan bayangkan, dalam 1 tahun, terbit 100 buku lebih, yang membuatnya diganjar MURI.
Selain Chappy Hakim, tampil juga begawan brand Indonesia, Subiakto Priosoedarsono. Pak Bi, demikian ia dipanggil, baru saja mengabadikan dan menerbitkan skill dari 50 tahun pengalamannya dalam sebuah kitab berjudul Bisa Bikin Brand. Ini adalah Kitab pertama yang terbit dari Tetralogi Kitab berikutnya yang siap meluncur kemudian.
Ada juga Kang Maman Suherman, tokoh literasi yang perjuangannya membangun literasi Indonesia hingga pelosok-pelosok terkecil Indonesia, begitu bergelora. Kemudian, Budiman Hakim, storyteller dan tokoh iklan Indonesia, sekaligus founder The Writers, tentu menjadi magnet tersendiri di acara ini.
Di The Writers, mereka bertemu dan berniat menularkan semangat yang sama, menjadikan anggotanya pelaku aktif dunia literasi Indonesia. Apapun profesinya. “Dokter, jadilah dokter penulis. Ahli brand, jadilah ahli brand penulis. Pengusaha, jadilah pengusaha penulis. Pokoknya, Sebelum Mati, Menulislah Minimal Satu Buku,” ucap Budiman Hakim.
Ketiga tokoh terakhir yang disebut, Chappy Hakim, Kang Maman Suherman dan Budiman Hakim, adalah para founder The Writers itu sendiri. Nama founder lainnya adalah Asep Herna.
Berharap, ke depan, akan lahir legenda-legenda Indonesia berikutnya, yang mengabadikan jejak pemikiran dalam tulisan-tulisannya, laras apapun bentuknya.
(Redaksi CK)