Bud Weiser dan Bud Light bukan cuma ikon Amerika, tapi juga menjadi raja bir dunia. Ia ibarat dua pilihan yang mengisi semua kekosongan. Bud Weiser untuk pencari bir berat, sedangkan Bud Light untuk peminum ringan yang menginginkan kadar alkohol serta kalori yang lebih tipis.
Upaya brand bir lain untuk menggembosinya, dengan menciptakan varian bir lewat penambahan ingredient–ingredient inovatif lain, gagal total! Inovasi eksperimen tersebut mental, dengan Bud Light justru semakin mengukuhkan dirinya sebagai bir esensial. Sejatinya bir. Nggak macem-macem.
Brilian, kan?
Namun, semua berakhir pada April 2023. Sebuah tragedi muncul hanya kurang dari 1 menit. Video Dylan Mulveny biangnya. Ia membawa kaleng-kaleng Bud Light limited edition bergambar dirinya, sebagai hadiah untuk merayakan tepat 365 hari Dylan sebagai wanita. Yup! Dylan adalah seleb transgender Amerika yang baru 1 tahun mengoperasi wajahnya menjadi wanita. Dylan adalah pegiat LGBTQ.
Amerika pun gempar. Semua kalangan memboikot Bud Light. Pencinta Bud Light marah dan merasa dikhianati. Bahkan tak cuma masyarakat anti-LGBT, tapi komunitas LGBT pun turut memboikot Bud Light. Pasalnya, Bud Light dianggap layaknya solar yang mengobarkan api kebencian kepada LGBT.
Di laporan khusus Story Minggu Ini, Catatankaki.net menurunkan Trilogi Saga Bud Light, yang disusun Sasongko Akhe, pengamat branding sekaligus kontributor Catatankaki.net.
Selamat menyimak.
(Asep Herna, Redaksi Catatankaki.net)
Baca Juga: Sebuah Kemurkaan (Tulisan Pertama dari Trilogi Saga Bud Light)
Baca Juga: Reaksi Direksi dan Opini Akademisi (Tulisan Kedua dari Trilogi Saga Bud Light)
Baca Juga: Ancaman Kebangkrutan (Tulisan Ketiga dari Trilogi Saga Bud Light)