Lahir dari kalangan mampu—ayahnya menjabat Bupati Indragiri, Riau, dan Chairil merupakan kerabat dekat Perdana Menteri pertama RI Soetan Sjahrir—Chairil memilih tumbuh ”liar”.
Mulai mengenyam pendidikan di HIS, Chairil melanjutkan pendidikannya di MULO. Setelah itu, ketika usianya menginjak 18 tahun, dia memilih tidak lagi bersekolah. Sejak usia 15 tahun, Chairil memang sudah bertekad menjadi seorang seniman.
Tentang proses kreatif dan karya-karyanya, sudah banyak yang mengulasnya. A. Teeuw, pakar sastra dan budaya Indonesia asal Belanda, mencatat, hingga 1980-an, tulisan tentang Chairil jauh lebih banyak dibanding pembahasan tentang penulis Indonesia lainnya. Sebagian besar merupakan esai dari para penulis muda. Teeuw pun mendeskripsikan Chairil sebagai “penyair yang sempurna.” Tak hanya di era itu, karya-karya Chairil masih menjadi magnet bagi generasi sekarang. Karya-karyanya banyak dijadikan tema lagu-lagu musikalisasi puisi. Lihat saja di sejumlah kanal di YouTube. Musikalisasi puisi “Aku” ataupun “Derai-derai Cemara” disukai pelajar-pelajar SMP ataupun SMA hingga kelompok musik Banda Neira.
Yuk, kita simak sejumlah fakta seputar Chairil Anwar yang belum banyak diketahui publik:
1. Nama Chairil Anwar masuk dalam salah satu tokoh terpopuler di Thefamouspeople.com. Situs web ini memasukkan Chairil sebagai salah satu tokoh sastra terpopuler dari Indonesia.
2. Tanggal kelahirannya (26 Juli) diperingati sebagai Hari Puisi dan tanggal kematiannya (28 April) diperingati sebagai Hari Sastra (pada era 1950-an). Penetapan Hari Sastra saat itu menimbulkan polemik karena tak semua sastrawan menerimanya. Kini, tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional. Namun, tak selazimnya peringatan hari-hari lainnya, yang biasanya ditetapkan berdasarkan tanggal kelahiran sang tokoh, tanggal kematian Chairil dipilih untuk Hari Puisi Nasional. Penetapan Hari Puisi Nasional ini juga tak luput dari kontroversi. Ada dua versi untuk penetapan tanggal Hari Puisi Nasional. Versi pertama, jatuh pada 26 Juli, diambil dari tanggal kelahiran Chairil. Penetapan tanggal 26 Juli ini dideklarasikan oleh sekitar 40 penyair Indonesia di Riau pada 22 November 2012. Versi kedua ya pada 28 April itu. Tidak dijelaskan siapa yang mendeklarasikan tanggal itu. Tapi Hari Puisi Nasional pada 28 April mulai dikenal pada 2016 saat Hari Puisi Nasional ramai menjadi tagar di sejumlah media sosial.
3. Chairil menyebut sejumlah nama perempuan dalam sajak-sajaknya. Di antaranya, Karinah Moordjono, Ida Nasution, Sri Ajati, Gadis Rasjid, Sumirat, Dien Tamaela, Tuti, dan Ina Mia. Ada pula yang hanya diberi inisial, seperti H, K, dan Nyonya N. Namun, dikisahkan, ada satu nama wanita yang membuatnya “tak berdaya”, yakni Ida Nasution. Seperti pepatah “cinta bertepuk sebelah tangan”, Ida, mahasiswi Sastra UI saat itu, membuatnya kelimpungan. Ida jugalah nama perempuan pertama yang ia tulis dalam sajak-sajaknya. Mengutip dari artikel “28 April 1949 Chairil Anwar dan Para Perempuan yang Pernah Hadir dalam Hidupnya” di Tirto.id, konon, kepada H.B. Jassin, Ida pernah berucap, “Chairil itu memang binatang jalang yang sesungguhnya. Namun apa yang bisa diharapkan dari manusia yang tidak keruan itu?” Ida membuat Chairil gagal bangkit alias gagal move-on. Dalam sebuah pidato di depan Angkatan Baru Pusat kebudayaan, pidato Chairil dipenuhi kata-kata “Ida”. Hingga pada 14 Juli 1943, Chairil menulis sajak “Merdeka” yang salah satu bunyinya, “…Aku mau bebas dari segala/Merdeka/Juga dari Ida…” Namun, akhir hayat Ida berakhir tragis. Ida dinyatakan hilang saat melakukan perjalanan ke Bogor pada 1948. Saat itu, koran De Locomotief dan Het Dagblad melaporkan peristiwa tersebut.
Baca Juga: The Power of ASMR
4. Lakon “Perempuan-Perempuan Chairil” dipentaskan pada 11 dan 12 November 2017 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Lakon ini menampilkan sejumlah aktor/aktris terbaik Indonesia, seperti Reza Rahadian, Marsha Timothy, Chelsea Islan, Tara Basro, dan Sita Nursanti.
5. Chairil dikenal bersahabat dengan H.B. Jassin. Dalam buku Jassin, Chairil Anwar Pelopor Angkatan ’45, Jassin membela mati-matian Chairil yang sempat disebut melakukan plagiarisme. “Sekalipun misalnya ditemui semua hasil-hasil Chairil Anwar plagiat, tak dapat disangkal lepas dari itu, ia sebagai penerjemah masih berjasa telah memperbarui persajakan Indonesia sesudah perang yang nyata lain tercipta sebelum perang,” tutur Jassin. Dikisahkan, persahabatan Jassin dan Chairil sudah berlangsung lama. Anak-anak muda dan para seniman/sastrawan sering berkumpul di kantor bahasa bentukan Jepang dan di gedung Pusat Kebudayaan, termasuk Chairil. Di sana, misalnya, Chairil bertemu dengan sejumlah sastrawan, seniman, dan jurnalis semacam Rosihan Anwar, Usmar Ismail, Gadis Rasjid, dan juga H.B. Jassin.
(S. Maduprojo, dirujuk dari berbagai sumber)