Tanpa disadari, karena mungkin ketidaktahuan, apa yang dituliskan para penutur itu kurang tepat alias keliru. Maksudnya “v”, eh, ditulisnya “f”.
Coba perhatikan contoh kata-kata berikut. Pernahkah Anda menuliskan “kolektifitas”, “kreatifitas”, “produktifitas”, “sportifitas”, ataupun “konektifitas”? Apa yang janggal dari kata-kata tersebut?
Bahasa Indonesia mengenal kata kolektif yang diserap dari kata collective. Ada aturan dalam proses penyerapan kata asing ke dalam bahasa Indonesia: AKHIRAN -IVE DALAM KATA INGGRIS ATAU -IEF DALAM KATA BAHASA BELANDA AKAN DIINDONESIAKAN MENJADI –IF. Jadi, terbentuklah kata-kata serapan seperti kolektif, demonstratif (demonstrative/demonstratie), aktif (active/actief), dan selektif (selective/selectief). Setelah diserap, kata-kata tersebut dapat kita beri imbuhan menjadi kekolektifan, pengaktifan, dan lain-lain.
Namun, ada aturan lain juga: KETIKA MENYERAP SEBUAH ISTILAH ASING YANG BERAKHIRAN, KITA HARUS MENYERAP AKHIRAN PADA KATA TERSEBUT SEBAGAI BAGIAN KATA YANG UTUH DALAM BAHASA INDONESIA. Dengan demikian, kata collectivity atau bentuk jamaknya collectivities—ada imbuhan –vity—akan kita serap menjadi kolektivitas, bukan kolektifitas (unsur v tetap diserap menjadi v dan akhiran -ty menjadi -tas). Contoh kata serapan lain yang sejenis, antara lain, adalah kreativitas, bukan kreatifitas; produktivitas, bukan produktifitas; sportivitas bukan sportifitas; dan konektivitas, bukan konektifitas.
Baca Juga: Lese-Majeste
Contoh kata lainnya adalah aktif dan aktivitas (bukan aktifitas), sensitif dan sensitivitas (bukan sensitifitas), produktif dan produktivitas (bukan produktifitas).
Nah, intinya, jika menemui kata-kata serapan seperti telah disebutkan di atas, ingat-ingat saja “rumus penyerapannya” tadi, ya. Semoga membantu.
(S. Maduprojo)