Puisi #11
Sajak ini sedang sibuk bertahan dari kesedihan. Dan kau, sayang, menjelma pelukan asing yang bahkan rindu pun tak bisa memahami.
Puisi #12
Bulan tersangkut di ranting cemara. Beranda sepi kopi. Dan kau, bayanganmu kau sembunyikan di mata siapa?
Puisi #13
Jejakmu reda di musim hujan, entah ingatan mencoba lupa entah kesedihan yang mulai terbiasa.
Puisi #14
Seharusnya tak seperti ini. Aku dan puisi berebut menghidupkanmu lagi dan lagi. Ketika waktu membawamu pergi.
Puisi #15
Di luar hujan jatuh. Di dada rindu luruh. Pada sepi yang paling sunyi, puisi menuliskan kesedihannya sendiri, berkali-kali.
Puisi #16
Rindu tak gentar diguyur hujan . Ia kuat. Sekuat puisi yang bertahan dari deras air matanya sendiri.
Puisi #17
Kabarmu lengang di antara bayang dan harapan. Setelahnya cemas menggoda gerimis yang sembunyi di punggung malam.
Puisi #18
Di jendela, tirai setengah terbuka. Hanya bisa menunggu rindu yang datang tak tepat waktu.
Puisi #19
Serupa daun-daun yang berserakan di musim gugur, ada yang tak ingin jatuh sia-sia. Aku kepadamu…
Puisi #20
Kau seumpama kuning mentari, menghangatkan pagi yang puisi. Dan aku, daun jatuh dihempas kecemasanku sendiri.
Inggrid DS
Penyuka merah, hitam dan sepi yang seringnya tak tahu diri. Pernah tergabung dalam buku antologi puisi Puisi Merajut Cinta di Negeri Dongeng dan Antologi Puisi Sejuta Alunan Cinta.