24 November 2024
adage.com

Dylan Mulvaney, pelaku LGBTQ yang sedang merayakan 365 hari kewanitaannya, dengan sponsor Bud Light. Ini awal mula pemicu kemarahan warga Amerika.

Bagian Kedua Trilogi Saga Bud Light
Departemen pemasaran Anheuser-Busch bergejolak. Alissa Heinerscheid, Wakil Presiden Pemasaran Bud Light, dan atasannya, Daniel Blake, manajer pemasaran merek-merek utama Anheuser-Busch (AB) dirumahkan oleh perusahaan.

Secara resmi AB melakukan restrukturisasi di jajaran departemen pemasaran mereka agar para pejabat pemasaran senior bisa terkoneksi lebih dekat (terjun langsung) dengan tiap aktivitas dari semua merek.

Apa yang telah terjadi?

Mereka dianggap yang paling bertanggung jawab atas keputusan untuk bekerja sama dengan Dylan Mulvaney sebagai langkah demi meraih lebih lebar pasar peminum bir kalangan LGBTQ. Pada 4 April 2023, AB InBev mengeluarkan pernyataan bahwa mereka telah bekerja sama dengan banyak influencer untuk bisa berhubungan dengan lebih banyak komunitas dari berbagai segmen demografik. Kaleng dengan wajah Dylan itu hanya sebagai sebuah penghargaan atas capaian pribadi Dylan dan tidak untuk dijual secara umum.

Namun hal itu tidak meredakan kemarahan pelanggan mereka. Seruan untuk tidak membeli Bud Light justru makin menggema.

Tak Ada Kata Maaf

Sepuluh hari kemudian, kembali mereka mengeluarkan pernyataan. Kali ini dari CEO Anheuser-Busch sendiri, Brendan Whitworth, lewat satu halaman surat yang dengan cepat menyebar di medsos. Ada beberapa poin yang ia kemukakan. Di antaranya, ia mengatakan bahwa sebagai CEO, ia bertanggung jawab untuk memastikan kepuasan para pelanggan, bahwa mereka merasa terhormat karena telah lama bekerja sama dengan banyak pihak. Lalu tentang pentingnya menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai bangsa Amerika serta bagaimana ia selama ini berkeliling Amerika demi mendengar dan belajar dari para konsumen, distributor, dan lainnya. Terakhir ia akan bekerja tak kenal lelah untuk menghadirkan bir yang hebat bagi semuanya.

Dari surat itu ada bagian yang sangat disoroti, yaitu pernyataan: “Kami tidak bermaksud untuk masuk ke dalam sebuah diskusi yang memecah belah masyarakat. Kami justru ingin menyatukan masyarakat lewat bir.”

Pernyataan ini justru membuat mereka yang sakit hati makin meradang karena Anheuser-Busch dianggap tidak mau minta maaf dan menghindar dari masalah sebenarnya. Mereka merasa kemarahan mereka tidak didengar dan direspons dengan benar.

Keadaan memburuk karena justru dari kalangan LGBTQ dan para pendukungnya akhirnya ikut-ikutan marah. John Casey, editor senior dari The Advocate, kanal berita LGBTQ+, menyerukan boikot kepada Bud Light karena surat CEO itu dianggap gagal membela Dylan dari semua ujaran kebencian. Dan, terjadilah. Bud Light kini terjepit dari kedua arah.

Menerka Nasib Bud Light

Tanggapan-tanggapan bergulir deras. Berbagai opini terus bermunculan. Dari rakyat biasa dengan senjata akun pribadi di media sosial sampai media-media massa raksasa terkenal ,seperti New York Times, Forbes, Los Angeles Times, dan stasiun-stasiun TV semacam Fox, CNN, dan CNBC. Mereka mengundang para akademisi, pakar branding/marketing, juga pebisnis terkenal untuk membicarakan dan mengulas masalah ini. Bahkan juga menjadi topik hangat di luar Amerika. Terutama di negara-negara di mana Bud Light memiliki pasar yang cukup besar, seperti Inggris, Kanada, dan Australia.

Baca Juga: Ancaman Kebangkrutan

Brayden King, seorang profesor di bidang manajemen dan organisasi dari Sekolah Manajemen Kellog, Universitas Northwestern, memperkirakan dampak boikotnya tidak akan lama karena biasanya orang akan lelah atau bosan dengannya dan akan melanjutkan hidup seperti biasa. Lain lagi dengan Stephen Pruit, seorang profesor ekonomi dan keuangan dari Universitas Missouri, Kansas City. Sebagai catatan, Pruit pernah ikut menulis sebuah hasil penelitian pada 1986 tentang harga pasar (saham) perusahaan-perusahaan yang tersangkut dalam 21 boikot. Ia menyatakan bisa saja boikotnya berlanjut lama. “Orang-orang itu akan terus ingat dengan hal-hal yang ada sangkut-pautnya dengan masalah politis seperti ini. Akan sangat menarik untuk terus menyaksikan bagaimana hal ini bisa berhasil atau tidak,” katanya.

Menurut King, penjualan Bud Light memang akan terdampak sebagian karena bir itu dijualnya di tempat-tempat umum, seperti konser musik, bar, dan supermarket. Di situ orang akan merasakan adanya semacam “tekanan” dari orang lain bila terlihat sedang memegang Bud Light. Dari pandangan sinis, sindiran, hingga ejekan. Pruit memperjelasnya dengan mengatakan bahwa orang dapat dengan sangat mudah ikut memboikot merek Bud Light karena di sekitarnya, merek lain tersedia sebagai pilihan.

Kevin O’ Leary, seorang pengusaha, investor, jurnalis, dan tokoh televisi terkenal dari Kanada, berbicara dalam “The Fox News Rundown Podcast”. Ia merasakan bagaimana orang-orang Amerika, terutama para pelanggan loyal, merasa sangat tidak diacuhkan dan ditinggalkan. Kevin juga membeberkan beberapa hal yang Bud Light tidak perhatikan dan pedulikan dalam hal kerja sama dengan Dylan Mulvaney. Tentu saja ia juga memberikan beberapa saran agar perusahaan bisa memperbaiki keadaan itu.

Secara lebih tajam, O Leary mengatakan bahwa telah terjadi kesalahan sangat fatal dalam perencanaan pemasaran dan ini menjadi gambaran paling pas dari terjadinya salah kelola merek. “Ini menjadi pelajaran yang sangat baik bagi setiap CEO dan sektor ekonomi. Yang pertama adalah ini semakin memperjelas kekuatan media sosial. Kehebohan ini viral dalam hitungan 48 jam. Biasanya setelah itu akan meredup. Tapi ini tidak, justru terus berkembang. Mereka yang tidak senang dengan pesan yang diangkat segera memboikot langsung dan berpindah ke merek yang tidak memiliki kesamaan idiologi dengan Mulvaney sebagai wanita transgender. Kasus ini sudah lebih dari dua bulan dan masih dibicarakan. Bagi sebuah merek, ini adalah mimpi buruk dari neraka. O Leary menegaskan bahwa bila Anda memasuki narasi-narasi gender untuk produk bir, sebaiknya pikirkan lebih jauh lagi soal masuk ke ruangan itu. Apakah akan sesuai dengan pikiran, emosi dan narasi dari pelanggan Anda. Karena bir konsumen utamanya adalah para pria.  

Kini semua orang sedang menunggu bagaimana nasib Bud Light ke depannya. Dua bulan sudah kontroversi ini berlangsung. Penjualannya terus menurun. Lucunya, justru banyak yang menyorakinya. Bahkan terang-terangan menyumpahi agar bangkrut saja sekalian. Mereka adalah konsumen yang telanjur patah hati karena sudah dikhianati!

(Sasongko Akhe, kontributor Catatankaki.net)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *