Di pintu gerbangnya, terpasang ucapan “Selamat Datang di SDN Pondok Cina 1, Semangat Baru Semangat Gapai Cita-Cita”, yang sudah tercorat-coret grafiti. Di sebelah kiri dan kanan dinding pintu gerbang dan halte, tertempel selebaran “SYAITOWN, 100% RSK AROUND YOU”. Entah apa maksud selebaran itu dan ditujukan kepada siapa. Sampah beraneka plastik dan sisa makanan bertebaran melengkapi kekumuhan di sekitar pintu gerbang itu. Jajaran tukang ojek online dan sepeda motornya menjadi pemandangan tambahan. Bau kurang sedap jangan ditanya lagi, apalagi belum lama turun hujan. Melongok ke dalam bangunan sekolah, tumpukan sampah dedaunan yang berjatuhan, juga sampah-sampah sisa beragam kegiatan di sekolah ini, membuat suasana di dalam seperti bangunan rumah-rumah sakit horor yang ada di tayangan YouTube. Sejumlah pintu jendela serta genteng sekolah juga mulai porak-poranda. “Wah, sejak kejadian ramai-ramai itu—demonstrasi dan rencana eksekusi bangunan SD ini—bangunannya enggak terurus, Pak,” ujar Pak Manto—sebut saja begitu—penjual gorengan yang biasa mangkal di sebelah halte SD ini.
Ucapan Pak Manto itu mengingatkan kita akan peristiwa pada akhir 2022 tentang polemik relokasi SD Pondok Cina 1—biasa disebut SD Pocin—yang di atas lahannya akan dibangun Masjid Agung Depok Al-Qudus oleh Pemerintah Kota Depok pimpinan M. Idris. Rencana itu pun ditentang orang tua murid yang berkeberatan atas kebijakan tersebut, yang dianggap terburu-buru, tanpa sosialisasi, dan mengorbankan siswa—rencana pembangunan masjid agung akhirnya batal karena kegaduhan relokasi ini. Kepada media, Pemkot Depok pun mengklaim bahwa rencana itu sudah ada sejak 2015. Tapi kabar lain menyebutkan bahwa justru dulu ada janji merevitalisasi SD Pocin 1 sebagai “pintu gerbang” potret pendidikan di Depok karena letaknya yang strategis. Rumor lain bertebaran bahwa lahan SD ini justru sudah banyak diincar untuk kegiatan komersial.
BACA JUGA: Menciptakan Efek Estetik pada Kata
Rencana eksekusi pun berbenturan dengan orang tua siswa dan sejumlah pegiat pendidikan serta hak asasi manusia yang mencoba mempertahankan SD Pocin 1. Sampai-sampai, kebetulan berbarengan dengan pembenahan trotoar Jalan Margonda, Pemkot Depok pun tidak memberi akses jalan masuk ke sekolah. Urusan ini pun sampai ke lembaga peradilan dan pembuatan petisi. Orang tua murid dan sejumlah aktivis menggugat Wali Kota M. Idris ke Pengadilan Tata Usaha Negara, Mahkamah Agung, hingga mengadu ke Ombudsman. Namun, akhir cerita, Pemkot tetap memindahkan, tepatnya menyatukan, SD Pocin 1 dengan SD Pondok Cina 5 yang letaknya masuk ke perkampungan.
Entah jadi apa bekas lahan SD yang sudah berdiri lebih dari 50 tahun ini nanti. Yang jelas, saya bisa membayangkan bila anak-anak yang pernah bersekolah di salah satu SD favorit kota Depok ini saling bergumam, “Akhir cerita sekolah kita….”
(Teks dan foto: S. Maduprojo)