18 October 2024
Lapsus Korupsi: “Jejak Para Kleptokrat”

Ilustrasi: Asep Herna

Pada 1961, Wakil Presiden Moh. Hatta sudah mewanti-wanti kepada masyarakat Indonesia dan para penguasa: jangan sampai korupsi menjadi budaya di Indonesia.

Ucapan tokoh proklamator yang dikenal jujur dan sederhana itu mungkin tinggallah pesan. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) hingga kini bisa dibilang kadung menjadi “budaya” di Indonesia. Rezim berganti, berbagai upaya anti-korupsi dilakukan, tapi budaya ngentit ini seperti menjadi bagian dari kehidupan warga. Tak usah yang besar-besar, dari ruang lingkup yang paling kecil, pungutan-pungutan liar ataupun tindakan ngutil lainnya banyak kita temukan dalam praktik keseharian. Di tingkatan yang lebih tinggi, berapa banyak para koruptor yang diadili setiap tahunnya. Itu yang baru ketahuan. Belum lagi skandal-skandal KKN yang hingga saat ini tak tersentuh hukum. Tak mengherankan bila di kancah internasional, nama Indonesia atau tokoh Indonesia beberapa kali “masuk nominasi” sebagai negara/tokoh terkorup.

Bagi yang pesimistis, menghilangkan korupsi di Indonesia, bahkan di dunia, ibarat menggarami lautan. Sia-sia. Beragam produk hukum, pembentukan lembaga antirasuah, bahkan hukuman mati bagi para koruptor tak membuat efek jera. Kasus korupsi terus tumbuh di antara upaya penanganan antikorupsi. Ibaratnya, ia akan terus ada selama manusia masih eksis.

Catatankaki.net kali ini menulis laporan khusus soal korupsi, sebagai salah satu pengingat bahwa ia masih menjadi hantu dalam kehidupan manusia. Selamat menikmati.

(TIM REDAKSI)

*Lapsus ini dipersembahkan oleh Audioterapi.com, “Solusi Masalah Kesehatan Mental”
https://www.audioterapi.com/

Baca:

Tulisan 1: “Atas Nama Kekuasaan dan Cuan”

Tulisan 2: “Mereka yang Memilih Jalan Gelap”

Tulisan 3: “Dari Corrumpere ke Corruption”

Tulisan 4: “Hukuman Makin Berat, Korupsi Makin Bejat”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *