Loneliness adalah judul lagu ciptaan anak muda Indonesia, Ariani Putri, yang dibawakan dalam ajang America’s Got Talent (AGT), beberapa waktu lalu. Penampilan Putri memukau para juri dan penonton AGT hingga Simon Cowell—salah seorang juri—pun memberikan golden buzzer yang membuat Putri langsung melenggang ke babak semifinal nanti. Video penampilan Putri yang menyentuh itu pun sempat menjadi trending topic di hampir 30 negara. Imbasnya, nama Putri tiba-tiba memenuhi ruang-ruang publik, menjadi perbincangan di dunia maya, pemberitaan media, hingga merapat ke Istana Negara. Tak hanya masyarakat biasa dan selebritas, para politikus hingga menteri setor suara soal Putri. Kita baik sangka saja, ya, itu merupakan bentuk apresiasi untuk Putri, yang dengan segala keterbatasannya mampu unjuk gigi di kompetisi internasional. Banyak, memang, anak bangsa yang seperti Putri, memenangi kontes atau event internasional, tapi magnet Putri saat tampil di AGT memang beda. Saya sendiri, saat menyaksikan video di YouTube sewaktu Putri tampil di AGT, berkali-kali menyeka air mata. Berkali-kali pula saya mengklik tautan video itu.
Kepada sebuah media, Putri mendefinisikan loneliness sebagai menerima kesalahan diri sendiri dan tentang sesuatu yang baik belum tentu terbaik bagi kita. Saya tentu dengan mudah akan menerka bahwa lirik lagu ini merupakan keterpurukan seseorang setelah ia ditinggal sang kekasih. Ia tiba-tiba menjadi sendiri saat sedang sayang-sayangnya dengan sang kekasih. Tapi orang juga bisa menerjemahkan makna loneliness lebih universal; menjadi sendiri setelah ditinggal orang yang dikasihinya, bisa orang tua, sahabat, atau binatang piaraan kesayangan. Bisa juga maknanya lebih filosofis, tentang kesendirian di antara keramaian, terpisah jarak dan waktu seiring dengan bertambahnya usia, terasing, membayangkan ajal mendekat, atau pencarian hakikat hidup. Bebas dan luas maknanya.
Secara harfiah, loneliness bisa dipadankan dengan makna “kesepian”; “kesendirian”. Merujuk pada sejumlah literatur, istilah loneliness muncul pertama kali dalam khazanah bahasa Inggris pada sekitar 1800. Sebelum kata ini muncul, kata yang bermakna sama dan telah digunakan adalah “oneliness”, yang bermakna “sedang dalam kondisi menyendiri”. Ada kata “solitude”—dari bahasa Latin solus yang berarti sendiri—yang maknanya mirip-mirip. Baik solitude, oneliness, maupun loneliness awalnya dimaknai sebagai “ruang” yang diperlukan untuk merefleksi diri seseorang dengan Tuhan, atau dengan pikiran terdalam seseorang. Bila Tuhan ada di dekat kita, kita tidak akan pernah sendiri. Begitu kira-kira maksudnya.
Makna loneliness akhirnya meluas menjadi asosiasi kekosongan dan tidak adanya hubungan sosial. Gagasan kontemporer tentang makna kesepian ini ditengarai berasal dari transformasi budaya dan ekonomi yang terjadi dalam peradaban Barat modern. Industrialisasi, pertumbuhan ekonomi konsumen, pengaruh agama yang menurun, di antaranya, menjadikan insan semakin bersikap individualis, menekankan bahwa individulah yang penting. Bukan kebetulan jika istilah “individualisme” muncul pada 1830-an, tak lama setelah istilah loneliness ini hadir. Fokus budaya telah bergeser ke pertanyaan tentang pilihan, keinginan, dan capaian individu.
Kesepian atau kesendirian juga bisa dilihat dari berbagai sisi. Ia bisa menjadi pilihan, atau kondisi yang menyebabkan seseorang menjadi sepi. Dari sudut pandang psikologi, loneliness banyak digali para pakar psikologi dengan lebih mendalam. Misalnya, berkaitan dengan sifat seseorang yang tertutup (introvert) atau terbuka (extrovert). Dari sisi kesehatan mental, bahkan loneliness bisa diartikan sebagai epidemi modern.
Kembali ke Putri, saya yakin ia begitu amat sangat fasih menerjemahkan makna loneliness ini. Ia begitu menjiwai perannya sebagai loneliness saat menerima kekurangan kondisi fisiknya; perjuangan dan keikhlasan kedua orang tuanya dalam mengembangkan bakat dan kejeniusannya; perjuangannya hingga mendekati impiannya sebagai seorang diva. Maka, ketika ia seperti dalam kondisi saat ini, biarlah ia nyaman dengan kondisi loneliness-nya, hingga ia mencapai pucuk impiannya. Jauh dari hiruk-pikuk undangan ke berbagai acara dan orang-orang yang seolah-olah telah berjasa kepadanya. Saya takut pada sifat orang-orang yang mudah takjub sekaligus gampang melupakan, mudah kagum sekaligus gampang kecewa, dan Putri saat ini juga belum menjadi apa-apa…
(S. Maduprojo)