Pedestrian dan crossingwalk unik di reruntuhan Kota Pompeii, Italia (Sumber: www.expedia.ca)

Masih ingat video aktor Nicholas Saputra menghadang pemotor bule yang berboncengan melintas di trotoar?

Aksi lawas pemeran Rangga dalam film Ada Apa dengan Cinta? di Bali itu kembali viral tiga tahun lalu. Lantas, sekitar Februari 2017, aksi sekelompok pelajar SMP di Surabaya menghadang pesepeda motor yang melintas di jalur pedestrian pun menjadi perbincangan. Pada Agustus 2022, aksi seorang pria berbaju biru yang diyakini terjadi di sebuah trotoar di Jakarta, yang dengan gagahnya menghadang sejumlah pengendara sepeda motor sambil melebarkan kaki dengan tangan bersedekap di depan dada, juga viral. Terbaru, pada Januari lalu, video aksi seorang pemuda yang tiba-tiba melakukan push-up di atas papan skateboard miliknya, saat dari arah depan muncul pengendara sepeda motor hendak menerabas trotoar, ramai di akun media sosial. Masih banyak lagi aksi orang-orang yang menghadang mereka, terutama para pesepeda motor, yang merampas fasilitas yang sesungguhnya milik para pejalan kaki ini.

Ya, trotoar alias jalur pedestrian sesungguhnya memang diperuntukkan bagi para pejalan kaki. Bukan untuk pesepeda motor ataupun para pedagang kaki lima. Melintas di trotoar dengan mengendarai sepeda motor merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Dalam Pasal 108 ayat 2 undang-undang tersebut diungkapkan bahwa pengemudi kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda. Apabila melanggar, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda dipidana paling lama 2 bulan kurungan atau denda paling banyak Rp 500 ribu. Selain itu, apabila seseorang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan, hukuman pidana paling lama 1 bulan bui atau denda paling banyak Rp 250 ribu menanti. Pasal 131 ayat 1 UU LLAJ juga menyebutkan bahwa ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki. Tapi itu hanya berlaku di atas kertas. Di alam nyata, trotoar ataupun jalur pedestrian telah menjadi area ugal-ugalan para pedagang dan pesepeda motor. Di sejumlah tempat dan wilayah, bentuk fisik fasilitas publik ini malah memprihatinkan. Para pelanggar aturan tersebut juga jauh dari penindakan hukum. Jadilah para “pria pemberani” tadi koboi trotoar.

Trotoar Bukan Pedestrian, Lo…

Eh, sudahi dulu soal nasib trotoar dan jalur pedestrian di negara ini, ya. Kita bahas dulu apa itu pedestrian. Di dunia nyata, ternyata, banyak juga yang belum bisa membedakan apa itu pedestrian dan jalur pedestrian. Banyak yang masih salah sebut bahwa trotoar itu ya pedestrian.

Coba kita simak Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring:

pe.des.tri.an /pêdestrian/
– n pejalan kaki: jalan khusus — memang dibuat bersusun dua


Nah, jelas kan bahwa pedestrian itu mengacu pada orangnya–pejalan kaki–bukan jalurnya. Kalau maksudnya menyebut trotoar (jalan khusus pejalan kaki), ya yang tepat adalah JALUR PEDESTRIAN.

Muncul pada Awal Abad ke-18

Istilah pedestrian ditengarai sudah muncul pada awal abad ke-18 (1716). Kata ini berasal dari bahasa Latin pedester, yakni bentukan genitif—berkaitan dengan penanda hubungan kemilikan seperti dalam bahasa inflektif—dari pedestri, yang makna awalnya adalah “biasa-biasa saja, polos, tumpul”. Secara harfiah, pedestrian bermakna “seseorang yang berjalan kaki” karena berasal dari akar kata pedes, pes, PIE/ped, yang mengacu pada “foot”. Kata pedestri mendapat akhiran (sufiks) –an sehingga menjadi pedestrian. Dalam penggunaan awalnya, pedestrian digunakan untuk membedakan equestrian alias penunggang kuda.



BACA JUGA: Membongkar Rahasia Kata: Resensi Buku The Power of Hypnotic Copywriting



Sejumlah literatur mengisahkan tentang sejarah para pejalan kaki ini. Misalnya, pejalan kaki yang melintasi benua diyakini terjadi pada 60 ribu tahun silam. Mereka membuat jalan dan berjalan dari Afrika melalui India ke Australia. Lalu melalui Asia ke Amerika, dan melewati Asia Tengah menuju Eropa. Jalan-jalan itu diciptakan untuk rute perdagangan makanan, air, dan persediaan. Sekitar 6.000 tahun lalu, jalan setapak resmi pertama tercatat di sekitar Yerikho, Israel. Sekitar 4.000 tahun lampau, jalur berbenteng pertama didirikan.

Lalu, trotoar dan garis penyeberangan orang pertama diyakini sudah ada sekitar 2.000 tahun lalu, tepatnya di Kota Pompeii, Italia. Sedangkan rambu-rambu atau sinyal untuk penyeberangan orang (crossing signal) pertama kali dibuat di Inggris pada 1868. Pada abad ke-18, istilah pedestrian mulai populer. Dan, mulai abad ke-19, jalur pedestrian (untuk orang, binatang piaraan, dan pengguna alat transportasi lain seperti sepeda) dibuatkan jalur khusus seperti sekarang.  

(S. Maduprojo, dari berbagai sumber)

By redaksi

Catatankaki merupakan situs online yang dengan renyah mengulas segala hal terkait kata, budaya, filsafat, komunikasi, dan isu-isu humaniora populer lainnya. Dengan mengusung tagline "Narasi Penuh Nutrisi", Catatankaki mengemas semuanya secara ringan tapi mendalam; lugas tapi bernas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *