Cover Buku 'Child's Reflections, Cold Play'/Abebooks.com

Belakangan ini, jagat media sosial dihebohkan oleh fenomena perburuan tiket—ticket war—konser salah satu band legendaris dunia Coldplay, yang dipastikan manggung di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Rabu, 15 November mendatang.

Ini merupakan pertama kalinya super-band ini mentas di Tanah Air, yang memasukkan Indonesia dalam rangkaian “Music of The Spheres World Tour 2023” mereka. Ini merupakan rangkaian tur dunia sekaligus promosi album “Music of the Spheres” yang dirilis pada 2021. Bisa dimaklumi bila penampilan Chris Martin dkk. ditunggu-tunggu para penggemarnya dan tiketnya begitu sulit didapat. Padahal harga tiketnya tergolong “ugal-ugalan” alias tak murah. Tentu juga sudah banyak yang mengulas tentang perjalanan kelompok musik ini hingga akhirnya mampir ke Indonesia.

Asal Mula Nama Coldplay

Semuanya dimulai pada September 1996. Seorang mahasiswa baru yang pemalu bernama Jonny Buckland, asal Wales, tiba dengan gitar akustiknya di University College London. Ia berencana mempelajari bintang-bintang dengan mengambil Jurusan Astronomi. Saat minggu-minggu orientasi mahasiswa baru, ia bertemu dengan Chris Martin, pria kurus dari Devon. Martin pun mengajak Buckland bermain musik. Guy Berryman, mahasiswa asal Skotlandia yang ingin belajar teknik, lantas bergabung dan membentuk band Big Fat Noises. Setahun kemudian, Will Champion, mahasiswa Antropologi, bergabung sebagai penggebuk drum. Tapi bagaimana mereka mendapatkan nama Coldplay?

Begini ceritanya. Setelah berempat, dari nama Pectoralz dan Big Fat Noises, band ini berganti nama menjadi Starfish. Tim Crompton, teman sekelas Martin, adalah sosok yang menjadi bagian penting dari terciptanya nama Coldplay. Dalam buku karya Debs Wild dan Malcolm Croft, Life in Technicolor: A Celebration of Coldplay, dikisahkan Crompton sedang dalam proses pembentukan band-nya sendiri di perguruan tinggi, dengan nama Cold Play sebagai salah satu pilihan yang ia dapat dari judul buku kumpulan puisi anak-anak karya Philip Horky, Child’s Reflections, Cold Play, pada 1997.

“Tim Crompton menyodorkan nama Coldplay setelah ia menemukan salinan buku karya Philip Horky, Child’s Reflections, Cold Play,” begitu tulis Wild dan Croft. “Nama Coldplay sempat ditolak, dan mereka lebih memilih Starfish.”

Akhirnya, Martin dkk. memilih nama Coldplay. Menurut Martin, kata “Coldplay” mewakili rasa kebersamaan di antara anggota band. “Itu hanya berarti ‘kita’,” ucap Martin kepada majalah Rolling Stone tentang arti nama tersebut. Martin menambahkan, dia tidak mau memikirkan lebih jauh arti kata Coldplay itu. “Sama seperti kita tiba-tiba menyebut ‘televisi’ untuk pesawat televisi. Begitu juga Coldplay, ia adalah ‘kita’.”

Coldplay memulai album debut mereka pada 2000, “Parasut”. Album “A Rush of Blood to the Head”, yang dirilis pada 2002, membuat mereka menjadi superstar, terutama lagu hit “Yellow.” Lagu tersebut merajai tangga lagu di Inggris Raya dan Amerika Serikat, menduduki peringkat kedua di Billboard Adult Alternative Songs, posisi keenam di chart Airplay Alternatif di AS, dan peringkat keempat tangga lagu UK Singles. Lagu ini juga masuk Rock & Roll Hall of Fame “500 Songs That Shaped Rock and Roll”. Viva la Vida, Something Just Like This, A Sky Full of Stars, Clocks, dan Speed ​​​​of Sound adalah beberapa lagu terkenal lainnya. Peraih tujuh Grammy Awards ini telah merilis sembilan album studio, yang terbaru adalah “Music of the Spheres” pada 2021.

Sedikit Ulasan Soal ‘Child’s Reflections, Cold Play’

Tidak banyak literatur yang mengulas kumpulan buku puisi Child’s Reflections, Cold Play karya Philip Horky ini. Sejumlah situs web yang berkaitan dengan perbukuan, seperti Amazon.com, Abebooks.com, Goodreads.com, atau Booksrun.com, hanya mengulas sedikit buku yang diterbitkan pada 1 Agustus 1997—ada yang menulis diterbitkan pada 1 Juli 1997—oleh Minerva Press ini. Buku setebal 126 halaman ini memuat kumpulan puisi Philip Horky.

Baca Juga: Sisi Muram “Knockin’ on Heaven’s Door”


Lahir pada 1967 di Los Angeles, California, Amerika Serikat, Horky kuliah di Universitas California di Santa Barbara. Sempat menghabiskan beberapa waktu di Utah, Horky lalu kembali ke Los Angeles, bekerja untuk saudaranya di bisnis limosin. Horky lantas pindah ke New York City pada 1994. Ia pun tinggal di sana dan mulai menulis buku.

Situs web Abebooks.com sedikit memberikan sinopsis buku Child’s Reflections, Cold Play. Abebooks menulis bahwa karya-karya puisi Philip Horky “menyelaraskan gaya dan struktural untuk menjelajahi alam psikologis, menggabungkan surealis dengan alam yang menghasilkan ambiguitas yang mengejutkan dan provokatif”.

Saya pun masih penasaran dengan isi buku kumpulan puisi ini. Kalau ada yang mendapat info, tolong bantu, ya…

(S. Maduprojo; Bahan rujukan: Americansongwriter.com, Amazon.com, Abebooks.com, Latimes.com, dan lainnya)

 

By redaksi

Catatankaki merupakan situs online yang dengan renyah mengulas segala hal terkait kata, budaya, filsafat, komunikasi, dan isu-isu humaniora populer lainnya. Dengan mengusung tagline "Narasi Penuh Nutrisi", Catatankaki mengemas semuanya secara ringan tapi mendalam; lugas tapi bernas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *