Penumbukan kopi tempo dulu di Suriname; Foto: Freepik

Dari sekian banyak cerita tentang kopi, inilah kisah lain tentang asal-usul kopi.

Kopi yang ditanam di seluruh dunia dapat ditelusuri asal-usulnya berabad-abad silam hingga ke hutan kopi kuno di dataran tinggi Ethiopia. Di sana, ada legenda yang mengisahkan penggembala kambing bernama Kaldi pertama kali menemukan keajaiban ”kacang kesayangan” tersebut. Ceritanya, Kaldi menemukan kopi setelah ia memperhatikan bahwa, setelah memakan “buah beri” dari pohon tertentu, kambingnya menjadi sangat energik hingga tidak mau tidur pada malam harinya. Kaldi lantas melaporkan temuannya itu kepada kepala biara setempat. Ia kemudian membuatkan minuman dengan buah beri tersebut, yang akhirnya diketahui sebagai buah kopi, dan menemukan bahwa minuman tersebut membuat sang kepala biara tetap melek selama berjam-jam.

Kepala biara lantas membagikan penemuannya itu kepada para biksu lainnya di biara. Pengetahuan tentang buah beri yang membangkitkan energi itu pun mulai menyebar. Ketika berita ini menyebar ke timur dan cerita tentang kopi mencapai semenanjung Arab, dimulailah perjalanan yang membawa biji kopi ini ke seluruh dunia.

Kedai Kopi Bermunculan

Budi daya dan perdagangan kopi dimulai di Jazirah Arab. Pada sekitar abad ke-15, kopi ditanam di distrik Yaman di Arab dan pada abad ke-16 dikenal di Persia, Mesir, Suriah, hingga Turki. Kopi tidak hanya dinikmati di rumah-rumah, tapi juga di banyak kedai kopi umum—disebut qahveh khaneh—yang mulai bermunculan di kota-kota di Near East (Timur Dekat). Istilah Near East ini sering digunakan oleh arkeolog dan sejarawan untuk merujuk pada kawasan Asia Barat (Daya), terutama Levant atau Syam, Anatolia, Mesopotamia, dan Plato Iran.

Kedai kopi pun menjadi populer. Orang-orang sering berkumpul di kedai ini untuk segala jenis kegiatan sosial. Mereka tidak hanya minum kopi dan mengobrol, tapi juga mendengarkan musik, bermain catur, atau terus mengikuti berita terkini. Kedai kopi dengan cepat menjadi pusat pertukaran informasi yang penting sehingga sering disebut sebagai “sekolahnya orang bijaksana”.

Dengan ribuan peziarah mengunjungi Kota Suci Mekah setiap tahun dari seluruh penjuru dunia, pengetahuan tentang “anggur Arab” ini mulai menyebar. Pelancong dari Eropa ke Timur Dekat membawa kembali cerita tentang minuman hitam pekat yang tidak biasa. Pada abad ke-17, kopi telah menyebar ke Eropa dan dengan cepat menjadi minuman favorit.

Pesaing Bir dan Anggur 

Beberapa orang merespons minuman baru ini dengan rasa curiga atau perasaan takut, sampai-sampai menyebutnya sebagai “penemuan pahit setan”. Pendeta Venesia, misalnya, mengutuk kopi yang mulai hadir di wilayahnya pada 1615. Kontroversinya kala itu begitu besar sehingga Paus Klemens VIII diminta turun tangan. Dia memutuskan mencicipi minuman itu sendiri sebelum mengambil keputusan. Tapi ia mendapati minuman itu sangat memuaskan sehingga memberikan persetujuan kepausan.

Terlepas dari kontroversi tersebut, kedai kopi dengan cepat menjadi pusat aktivitas sosial dan komunikasi di kota-kota besar di Inggris, Austria, Prancis, Jerman, dan Belanda. Di Inggris, “universitas penny” bermunculan—disebut demikian karena dengan harga 1 sen seseorang dapat membeli secangkir kopi dan terlibat dalam percakapan yang hangat.

Kopi mulai menggantikan “minuman sarapan” yang umum pada saat itu—bir dan anggur. Mereka yang minum kopi dibanding alkohol memulai hari dengan bersemangat serta berenergi dan, tidak mengherankan, kualitas pekerjaannya meningkat pesat.

Pada pertengahan abad ke-17, terdapat lebih dari 300 kedai kopi di London, Inggris. Pengunjung yang datang berlatar beragam profesi, dari pedagang, pengirim barang, pialang, hingga seniman. Banyak bisnis tumbuh dari kedai kopi khusus ini. Lloyd’s of London, bursa asuransi dan reasuransi di Britania Raya, misalnya, muncul di Edward Lloyd’s Coffee House.

Menyebar ke Benua Amerika

Pada pertengahan 1600-an, kopi dibawa ke New Amsterdam—permukiman kolonial Belanda  yang didirikan pada 1609 di ujung selatan kawasan Manhattan, Amerika Serikat, yang kemudian diganti menjadi New York oleh Inggris. Meski kedai kopi mulai bermunculan dengan cepat di sana, teh tetap menjadi minuman favorit hingga 1773, ketika penjajah memberontak melawan pajak besar atas teh yang diberlakukan oleh Raja Britania Raya George III. Pemberontakan tersebut—dikenal sebagai Boston Tea Party—akan selamanya mengubah preferensi minum orang Amerika terhadap kopi.

Karena permintaan akan minuman ini terus menyebar, terjadi persaingan ketat untuk menanam kopi di luar Arab. Belanda akhirnya mendapatkan bibit pada paruh kedua abad ke-17. Upaya pertama mereka untuk menanamnya di India gagal. Tapi upaya mereka berhasil di Batavia, di Pulau Jawa yang disebut Hindia. Tanaman kopi tumbuh subur dan tak lama kemudian Belanda mempunyai perdagangan kopi yang produktif dan berkembang. Mereka kemudian memperluas budi daya pohon kopi hingga ke Pulau Sumatera dan Sulawesi.

Pada 1714, Wali Kota Amsterdam menghadiahkan tanaman kopi muda kepada Raja Louis XIV dari Prancis. Raja lantas memerintahkan untuk menanam kopi di Royal Botanical Garden di Paris. Pada 1723, seorang perwira muda Angkatan Laut, Gabriel de Clieu, memperoleh bibit dari tanaman Raja Louis. Meskipun sepanjang perjalanan menemui berbagai rintangan—cuaca buruk, penyabot yang mencoba menghancurkan bibit, dan serangan bajak laut—dia berhasil mengangkutnya dengan selamat ke Martinik, sebuah pulau yang dikuasai Prancis, terletak di Laut Karibia bagian timur dan berbatasan dengan Dominika serta Saint Lucia. Setelah ditanam, bibit kopi tersebut tidak hanya tumbuh subur, tapi juga berkontribusi terhadap tersebarnya lebih dari 18 juta pohon kopi di Pulau Martinik dalam 50 tahun ke depan. Yang lebih menakjubkan lagi adalah bibit ini merupakan induk dari semua pohon kopi di seluruh Karibia, Amerika Selatan, dan Amerika Tengah.

BACA JUGA: Kopipedia (1): Menguliti Tanaman Kopi

Pada 1727, Letnan Kolonel Francisco de Mello Palheta, atas perintah Raja John V, memperkenalkan tanaman kopi di Brasil, yang saat itu menjadi koloni Portugal. Awalnya upaya Palheta ditentang penguasa Brasil. Tapi kesuksesan Palheta membuat Brasil menjadi produsen kopi yang sangat besar pada 1800-an. Semua biji kopi yang ditanam di Brasil dan daerah-daerah koloni Portugal lainnya kemudian dibawa kembali ke Portugal untuk dipanggang.

Para misionaris dan pelancong, pedagang, dan penjajah terus membawa benih kopi ke negeri-negeri baru, dan pohon kopi ditanam di seluruh dunia. Perkebunan didirikan di hutan tropis yang indah dan di dataran tinggi pegunungan yang terjal. Beberapa tanaman tumbuh subur, sementara tanaman lainnya berumur pendek. Negara-negara baru didirikan berdasarkan ekonomi kopi. Pada akhir abad ke-18, kopi telah menjadi salah satu tanaman ekspor yang paling menguntungkan di dunia. Setelah minyak mentah, kopi merupakan komoditas yang paling dicari di dunia.

(S. Maduprojo, sumber rujukan Ncausa.org dan olahan dari berbagai sumber lainnya)

By redaksi

Catatankaki merupakan situs online yang dengan renyah mengulas segala hal terkait kata, budaya, filsafat, komunikasi, dan isu-isu humaniora populer lainnya. Dengan mengusung tagline "Narasi Penuh Nutrisi", Catatankaki mengemas semuanya secara ringan tapi mendalam; lugas tapi bernas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *