27 July 2024

Ilustrasi: Freepik.com

Sebuah artikel yang dimuat di 360 Info pada akhir Maret lalu membuat saya tidak cukup nyenyak tidur.

Artikel berjudul “Can we trust machines doing the news?” yang ditulis Chiara Longoni, lektor pemasaran di Boston University, itu membahas tentang “ancaman” artificial intelligence alias AI, kecerdasan buatan, yang kini mampu menciptakan teks, gambar, dan audio dengan sedikit atau tanpa campur tangan manusia!

Melalui salah satu jaringannya, Generative Pre-trained Transformer 3 (GPT-3), misalnya, AI sekarang mampu menghasilkan teks konten—cerita fiksi ataupun kode pemrograman—yang hampir tidak bisa dibedakan dengan buatan manusia! Aje gile, kan?

Bahkan, menurut Chiara, media-media besar semacam The Washington Post, The New York Times, dan Forbes mulai menyiarkan berita dengan bantuan AI. Batin saya, khususnya untuk hal-hal yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis, ini bener-bener “ngeri-ngeri sedap”. Di satu sisi, AI akan banyak membantu mereka yang selama ini kesusahan dalam menulis, atau mempermudah pekerjaan menulis. Tapi, di sisi lain, ia akan mengganggu, bahkan mengancam, keberadaan orang-orang kreatif dan ahli di bidangnya yang selama ini membuat tulisan, puisi, cerpen, naskah iklan, lirik lagu, skenario film, bahkan konsultan kesehatan dll. Bisa-bisa, jasa mereka akan digantikan oleh AI.

Ini jelas seperti “tak masuk akal”. Pekerjaan-pekerjaan yang selama puluhan, ratusan, bahkan ribuan tahun silam biasa dilakukan manusia bisa digantikan oleh sebuah mesin cerdas. Tapi, awalnya, banyak yang percaya hal itu tidak berlaku untuk karya tulis dan sejenisnya. Bidang satu ini diyakini “tidak akan” tersentuh dan tergantikan oleh mesin, atau apa pun yang wujudnya semacam AI ini, karena mesti ada campur tangan manusia—ada riset, penalaran, ataupun metodologi dalam proses pembuatannya. Ia memerlukan daya nalar dan pikir. Tapi, kalau kenyataannya kini AI mampu melakukannya seperti yang dipikirkan dan dikerjakan manusia, apa yang sedang terjadi?

Lantas, apa pula AI ini sehingga kini ia pun bisa menghasilkan sebuah tulisan ataupun karya layaknya manusia?

Tentu sudah banyak yang tahu apa itu AI. Kecerdasan buatan merupakan metode penciptaan komputer, robot yang dikendalikan komputer, atau perangkat lunak berpikir cerdas seperti pikiran manusia. AI diciptakan dengan mempelajari pola otak manusia dan analisis proses kognitif—kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Hasil studi ini mengembangkan perangkat lunak dan sistem kecerdasan. Dalam perkembangannya, AI terdiri atas sejumlah tipe. Sebut saja tipe murni reaktif (purely reactive), yang mengkhususkan hanya pada satu bidang pekerjaan. Misalnya, dalam permainan catur, mesin AI mengamati gerakan dan membuat keputusan terbaik untuk menang. Kemudian jenis AI dengan memori terbatas (limited memory). Mesin-mesin tipe ini mengumpulkan data sebelumnya dan terus menambahkannya ke memori mereka. Mereka memiliki ingatan atau pengalaman yang cukup untuk membuat keputusan yang tepat, tapi ingatannya minimal. Misalnya, mesin ini dapat menyarankan sejumlah restoran berdasarkan data lokasi yang telah terkumpul. Tipe berikutnya adalah AI dengan teori pikiran (theory of mind). AI jenis ini dapat memahami pikiran dan emosi serta berinteraksi secara sosial. Namun mesin berdasarkan tipe ini belum dibuat. Jenis lainnya adalah AI dengan kesadaran diri (self-aware). Mesin sadar diri ini merupakan generasi masa depan AI. Mereka akan menjadi cerdas, berakal, dan sadar!

Baca juga: ‘Politik Praktis’, Propaganda, dan Sepak Bola


Adapun AI GPT-3 merupakan model bahasa autoregresif yang dirilis pada 2020, yang menggunakan pembelajaran mendalam untuk menghasilkan teks mirip buatan manusia. Diberikan teks awal sebagai prompt—isyarat  untuk membantu fokus pada topik, tugas, atau tujuan tertentu—AI GPT-3 akan menghasilkan teks yang melanjutkan prompt. Pada Desember 2022, perusahaan riset AI OpenAI mengumumkan peluncuran ChatGPT, prototipe chatbot AI berbasis dialog yang mampu memahami bahasa alami dan merespons dalam bahasa alami. Ini merupakan pengembangan AI GPT-3 dan AI GPT-3.5. Versi terbaru ini mampu membantu sejumlah pekerjaan sehari-hari layaknya brainstorming ide, mengumpulkan informasi, serta membantu mengerjakan konten teks dengan lebih baik dan terperinci. Meskipun, sejumlah pakar teknologi mengatakan prototipe tetap punya keterbatasan dan masih rentan terhadap kesalahan informasi dan bias.    

Memicu Pro-Kontra

Lalu, bagaimana AI ini bisa bekerja seperti itu? Sederhananya, sistem AI bekerja dengan menggabungkan algoritma pemrosesan yang cerdas dan berulang. Kombinasi ini memungkinkan AI belajar dari pola dan fitur dalam data yang dianalisis. Setiap kali sistem AI memutar pemrosesan data, ia menguji dan mengukur kinerjanya serta menggunakan hasilnya untuk mengembangkan keahlian tambahan. Luar biasa, memang.

Lantas, apa untung-ruginya AI ini? Sejak diciptakan, AI memicu pro dan kontra. Bagi yang mendukung, misalnya, mereka menyambut kehadiran AI karena yakin mesin ini mampu mengurangi kesalahan manusia, tidak pernah “tidur”, dan kerjanya cepat. Sedangkan yang kontra khawatir AI akan membuat orang bergantung kepadanya, ongkosnya mahal, dan bakal menggantikan beberapa pekerjaan yang menyebabkan pengangguran.  

Soal pengangguran ini, laporan pekerjaan masa depan yang dirilis Forum Ekonomi Dunia pada 2020 memperkirakan sekitar 85 juta pekerjaan akan hilang karena otomatisasi pada 2025. Namun, selanjutnya dikatakan, ada 97 posisi dan peran baru yang akan dibuat karena industri mencari keseimbangan antara mesin dan manusia.

Nah, soal ancaman pengangguran terhadap para pekerja kreatif, sastrawan, ataupun jurnalis, dalam artikelnya seperti disebut di awal tulisan ini, Chiara Longoni tetap yakin bahwa AI tidak akan sepenuhnya merenggut pekerjaan para penulis. Salah satunya, ujar Chiara, misalnya, masih banyak yang ragu akan kredibilitas dan akurasi data yang ditulis AI. Karena itu, menurut Chiara, ke depan, sebuah media mesti mencantumkan byline di bawah tulisan, bahwa artikel ini ditulis oleh AI atau jurnalis. Benar-benar “ngeri-ngeri sedap”, ya….

(S. Maduprojo; Bahan rujukan: www.simplilearn.com, Wikipedia.org, dan berbagai sumber lain)







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *