Vihara Dhanaghn, sentra akulturasi budaya nusa-antara. (Foto: Milaya Samatha Gaea)Vihara Dhanagun, sentra akulturasi budaya nusa-antara. (Foto: Milaya Samatha Gaea)

Ketika dari Jakarta Anda memasuki Kota Bogor, dan saat melewati monumen Tugu Kujang Anda terus mengambil arah kiri, sekitar 300 meter kemudian, bila Anda tengokkan kepala ke kiri, Anda akan melihat gapura menuju Jalan Suryakencana. Di kiri kanan, Anda juga akan disambut berbagai lampion dan ornamen-ornamen berwarna merah yang meriah ala Pacinan. Semakin meriah lagi karena saat ini, adalah masa menuju perayaan Cap Go Meh, sebuah ritual kegembiraan yang panjang paska-tahun baru Imlek.

Tepat di hook kiri gapura Suryakencana ini, Anda akan melihat sebuah bangunan unik, salah satu cagar budaya Kota Bogor yang saat ini jadi ikon akulturasi budaya. Itulah Vihara Dhanagun, tempat sembahyang penganut Taoisme, Khonghucu, dan Budha.

Vihara yang Mengharmonikan Kearifan Lokal

Vihara yang kerap disebut Kelenteng Hok Tek Bhio ini sudah berusia lebih dari 3 abad. Ada yang bilang dibangun pada 1672 saat etnis Cina Indonesia pertama kali datang di Kota Bogor, ada juga yang berpendapat vihara ini dibangun abad ke-18, ketika etnis Cina eksodus dari Batavia ke Bogor, karena diburu Penjajah Belanda.

Setiap Imlek, dan terkhusus di momen menjelang perayaan Cap Go Meh ini, di Vihara Dhanagun selalu saja lebih meriah dari biasanya. Seperti menuju perayaan Cap Gomeh kali ini, Vihara Dhanagun jadi pusat acara Bogor Street Festival 2025, yang berlangsung 1-9 Februari. Vihara Dhanagun menyelenggarakan rangkaian acara seni dan budaya, yang menyatukan berbagai kearifan lokal budaya Nusa-antara. Lomba menyanyi anak dan remaja, pertunjukan Barongsai, Liong (Naga), Pencak Silat, Ondel-Ondel Bogor, Tari Jaipong, bahkan Bazaar UMKM pun dihadirkan di pelatarannya.

Lautan Manusia Gembira

Di puncak perayaan Cap Go Meh nanti, tepatnya pada 12 Februari, biasanya, seluruh masyarakat dari penjuru Nusa-antara tumplek hadir di sepanjang Jalan Suryakencana. Bila momen ini tiba, bisa dipastikan, seluruh Kota Bogor akan mecet total. Kalau datang telat, sudah bisa ditebak, Anda tidak akan bisa memasuki area Suryakencana karena meluapnya lautan manusia. Pengunjung yang sigap biasanya sudah datang jauh-jauh hari, atau sudah booking penginapan di area Suryakencana hingga Jalan Siliwangi.

Ribuan pelaku seni dan budaya pun mempertunjukkan kepiawaiannya di sini. Mereka hanyut dalam Parade Seni dan Budaya Nusa-antara yang begitu kolosal. Di antaranya juga ada atraksi Liong (Tarian Naga), Barongsai, Ogoh-Ogoh Bali, Marching Band, Marawis, Ondel-Ondel Bogor, dan banyak lagi.

Dari Ritual jadi Kultural

Kata Cap Go Meh sendiri bermakna harfiah. Cap adalah 10, Go adalah 5, dan Meh artinya malam. Cap Go Meh menyiratkan malam ke-15, sebagai momen terakhir dari perayaan Imlek.

Perayaan ini, konon, awalnya dilakukan tertutup hanya di kalangan istana pada masa Dinasti Han di abad ke-17. Istana menyelenggarakannya sebagai bentuk penghormatan pada Dewa Thai Yi, yang dianggap sebagai penguasa 5 sorga bagi penganut Taoisme. Selepas kekuasaan Dinasti Han berakhir, perayaan Cap Go Meh pun mulai terbuka. Dan sejak itulah, Cap Go Meh mulai dikenal umum, bahkan kemudian bukan lagi sebagai ritual keagamaan, tapi sudah menjadi bagian dari kultural kemasyarakatan.

Perayaan Cap Gomeh di Suryakencana Bogor ini menjadi salah satu perayaan terbesar di Indonesia. Setiap tahunnya selalu menjadi magnet tempat orang berdatangan dari berbagai daerah, bahkan dari berbagai negara seperti Malaysia, Brunei, Singapore, dan negara-negara lainnya. Pemkot Bogor memperkirakan, perayaan puncak Cap Go Meh di Suryakencana ini akan dihadiri lebih kurang 100 ribu pengunjung.

Jalan Suryakencana dengan pernak-pernik budaya dan masa lalunya, memang memiliki kharisma sejarah tersendiri. Datanglah, kapan pun Anda mau. Tak harus di momen perayaan Cap Go Meh kalau Anda tipe orang yang tak suka terjebak dalam kemacetan. Di hari-hari biasa pun, Vihara Dhanagun dan eksotisisme sepanjang Jalan Suryakencana, akan terasa meriah di hati Anda. Apalagi kuliner khasnya, pasti memberi Anda pengalaman bertualang rasa yang bahkan Anda tak suka makan sekalipun, akan tiba-tiba menjadi pelahap sejati yang penuh gelora. (***)

(Asep Herna)

By redaksi

Catatankaki merupakan situs online yang dengan renyah mengulas segala hal terkait kata, budaya, filsafat, komunikasi, dan isu-isu humaniora populer lainnya. Dengan mengusung tagline "Narasi Penuh Nutrisi", Catatankaki mengemas semuanya secara ringan tapi mendalam; lugas tapi bernas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *