Foto: S. Maduprojo

Pekan lalu, Kamis siang, 9 Januari 2025, saya menyambangi daerah di sepanjang Jalan Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan, untuk bertemu dengan kolega.

Saya masuk salah satu gang di sana, Gang Sawo, dan melintasi Jalan Bukit Duri di wilayah Manggarai Selatan, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Tak jauh dari Yayasan Pendidikan dan Masjid As Syafi’iah di Jalan Bukit Duri Selatan, sebuah bangunan terlihat menjulang di antara permukiman padat penduduk di wilayah ini. Awalnya saya mengira bangunan tinggi itu adalah apartemen atau bangunan tingkat yang lama mangkrak. Dari kejauhan, bangunan mencolok itu mengingatkan saya akan kastil atau menara Gryffindor dalam film-film Harry Potter. Mendekati bangunan tersebut, warna merah bata yang mendominasi bangunan ini rupanya dinding-dindingnya yang mengelupas dan menyisakan batu bata merah. Semak-semak dan rerumputan tumbuh di sejumlah titik bangunan ini. Di antaranya di balkon-balkon, jendela, dan atapnya. Terdapat beberapa corong putih di sudut-sudut balkon. Entah untuk memberi info kepada masyarakat sekitar atau corong milik musala yang ada di dekatnya. Menilik kondisinya, saya pun yakin ini merupakan bangunan kuno peninggalan Belanda.

Untuk Uji Nyali dan Foto Prewedding

Yup, sesuai dengan nama jalan di sekitar tempat ini, Jalan Menara Air, rupanya ini adalah bangunan Menara Air Manggarai Selatan. Saya sempat bertanya ke warga sekitar bangunan apa itu. Mereka pun menyebutnya Menara Air. Saya harus melewati gang-gang sempit untuk bisa mencapai menara ini. Mendekati bangunan ini memang terdapat plang bertulisan “Menara Air”. Sayang, ketika ingin memasuki kondisi interior menara air ini, saya tidak diberi izin. Saya hanya bisa melihat-lihat menara ini di luarnya. Ada pintu besi besar berjendela model jala untuk memasuki bagian dalam menara ini. Kata orang yang saya ajak bicara, di dalamnya terdapat instalasi pipa-pipa penyaluran air model lama. “Banyak yang ingin masuk untuk melihat bagian dalam menara ini. Ada yang bikin acara uji nyali atau malah untuk foto priwet (prewedding),” ujarnya.

Merujuk pada berita-berita di sejumlah media, ternyata sudah banyak yang membahas sejarah menara air ini, meski literatur tentang keberadaan menara ini masih terbatas. Bahkan ada yang sudah meliput isi “jeroan” menara ini.

Dibangun Sekitar 1917

Seperti pernah ditulis Kompas, menara air ini masih berkaitan dengan Balai Yasa Manggarai—pusat perbaikan kereta api di Jakarta Selatan—karena dibangun pada sekitar tahun 1917 untuk pengelolaan air kereta api. Ditengarai menara air yang masih berfungsi ini—sumber airnya diambil dari pengeboran yang terletak di dekat SMPN 33 di sebelahnya—dulu dibangun di halaman Balai Yasa karena jaraknya berdekatan. Tapi, mulai 1960-an, wilayah Tebet (Manggarai Selatan) penuh dengan permukiman karena migrasi penduduk dari wilayah Jakarta Pusat dan sekitarnya. Jadilah menara air ini terpisah dengan Balai Yasa.

Melihat nilai sejarahnya, semestinya pihak KAI merevitalisasi menara air ini. Lokasi atau aset peninggalan seperti ini bisa dirawat dan dijadikan sarana edukasi bagi generasi mendatang. Bukan menjadi sarana untuk menguji nyali…

(S. Maduprojo, diolah dari berbagai sumber)

By redaksi

Catatankaki merupakan situs online yang dengan renyah mengulas segala hal terkait kata, budaya, filsafat, komunikasi, dan isu-isu humaniora populer lainnya. Dengan mengusung tagline "Narasi Penuh Nutrisi", Catatankaki mengemas semuanya secara ringan tapi mendalam; lugas tapi bernas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *