Pajak Naik Usaha Paceklik (Foto Ilustrasi: Asep Herna)Pajak Naik Usaha Paceklik (Foto Ilustrasi: Asep Herna)

Alfamart menutup 400 gerainya sepanjang 2024. KFC menutup 47 gerai, sedangkan PizzaHut menyusul, menutup 20 gerainya. Apakah ini menjembatani realitas dari prediksi bahwa 2025 menjadi puncak badai ekonomi?

Solihin, Corporate Affair Alfamart, seperti ditulis Goodstats, menepis isu bahwa penutupan ini terkait dengan masalah finansial. Menurutnya, penutupan gerai diakibatkan oleh tiga hal. Pertama, pemilik properti yang tidak memperpanjang kontrak sewa tempat. Kedua, sejumlah waralaba yang memutuskan untuk beralih dan membuka usaha lain. Ketiga, karena kerugian, akibat biaya sewa yang tinggi, sementara penjualan menurun.

Memang, melihat pertumbuhan gerai pada 2024 ini, Alfamart belum terlalu memprihatinkan. Alfamart telah membuka 884 gerai baru sebelumnya. Jadi, tetap lebih banyak gerai yang dibuka ketimbang yang ditutup.

Sentimen Negatif

Namun menurut analis dari Stock Now, Abdul Haq Al Faruqy, penutupan ini tetap saja memiliki sentimen negatif. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap produk Alfamart terus berkurang. Ini juga akan makin berat ketika isu kenaikan PPN 12% pada 2025 nanti bergulir. Ditambah fenomena deflasi, sektor retail harus siap-siap mendapat tekanan kuat di Indonesia.

Fakta yang terjadi pada Alfamart juga dirasakan sektor lain. Industri food and beverage sudah lebih awal babak belur. KFC, salah satu perusahaan fast food ternama di Indonesia, terseok-seok sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Catatan kerugiannya dari tahun ke tahun makin meningkat.

Tak cuma karena Covid, konflik Timur Tengah pun menambah beban KFC. KFC sebetulnya tidak termasuk dalam daftar perusahaan yang diboikot akibat membantu Israel. Namun pasar Indonesia ini aneh. Isu boikot produk pro-Israel jadi membabi buta. Semua perusahaan yang berasal dari luar negeri, seperti KFC, pun kena imbasnya. Efeknya, pada 2024 saja 47 gerainya ditutup. Pada kuartal III 2024, KFC membukukan kerugian fantastis, yaitu Rp 557,08 miliar.

Nasib Karyawan

Yang paling menyedihkan adalah efek pada karyawannya. Pada 31 Desember 2023 ada 15.989 karyawan. Pada September 2024, jumlahnya tinggal 13.715. Artinya, ada sekitar 2.274 karyawan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Hal yang sama terjadi pada PizzaHut. Pada kuartal III September lalu, PizzaHut mencatat kerugian sebesar Rp 96,7 miliar. Kenyataan seperti ini dibarengi dengan penutupan sekitar 20 gerainya di seluruh Indonesia. Akibatnya, 371 karyawan pun menjadi korban PHK.

Isu Geopolitik?

Direktur Operasional PT Sarimelati Kencana TBK, bendera PizzaHut Indonesia, Boy Ardhitya Lukito, dalam public expose, menyatakan ada 2 hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, penurunan daya beli masyarakat akibat kondisi ekonomi kelas menengah yang anjlok. Bahkan mengalami pergeseran kelas. Lalu yang kedua, akibat isu geopolitik, konflik Israel Palestina yang turut mengubah persepsi masyarakat terhadap PizzaHut. Simpelnya, PizzaHut terkena dampak isu boikot produk pro-Israel.

Untuk mengantisipasi kasus terakhir ini, PizzaHut sendiri sudah melakukan usaha keterlepasannya dengan brand worldwide-nya yang dianggap pro-Isreal. PizzaHut Indonesia bahkan sudah mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk masyarakat Palestina melalui Palang Merah Indonesia senilai Rp 1 miliar.

Selain itu, PizzaHut Indonesia membenahi restonya. Antara lain dengan memperbarui aspek interior ataupun eskterior seluruh gerainya. Bahkan PizzaHut menghadirkan konsep baru “Ristorante”, yang mereka anggap lebih sesuai dengan gaya generasi Z saat ini.

Namun, sesungguhnya, konsep ini malah makin membuat audiens fanatiknya bingung. Walaupun pihak manajemen menyatakan bahwa PizzaHut dan Ristorante adalah 2 entitas berbeda, ketika ada dalam 1 gerai, penggemar PizzaHut seperti kehilangan identitas awal.

Merosotnya Daya Beli

Merosotnya omzet yang terjadi pada KFC dan PizzaHut, apakah akibat dari isu geopolitik atau penurunan daya beli masyarakat, memang belum diketahui pasti. Tapi seandainya ini disinyalir akibat isu boikot, sesungguhnya, isu semacam ini sudah sering terjadi. Yang paling signifikan adalah merosotnya omzet akibat melemahnya daya beli masyarakat.

Hal ini bukan cuma terjadi pada 3 perusahaan yang disebut di atas, tapi juga perusahaan-perusahaan lain. Banyak startup yang tutup, termasuk pengurangan jumlah karyawan karena terus merugi. Shopee, Lazada, dan GoTo sudah lebih awal melakukan PHK. Demikian juga usaha rumahan masyarakat kelas UMKM.

Seorang pedagang sayur di sebuah kompleks, yang awalnya setiap hari mendapatkan omzet Rp 9 juta, saat ini mengaku mendapat Rp 1 juta per hari saja sudah merasa terengah-engah. “Ibu-ibu yang tadinya sekali belanja Rp 300-500 ribu, sekarang ngeteng. Mereka bilang harus hemat. Nggak punya uang,” katanya setengah curhat.

Jawaban tukang sayur ini menggambarkan bahwa memang, saat ini, masyarakat sedang susah. Daya beli mereka sedang melemah.

Pemerintah Kurang Sensitif

Anehnya pemerintah malah seperti kurang sensitif. Mereka masih terus gonjang-ganjing dengan move-move politiknya yang nggak jelas. Penegakan hukum compang-camping sehingga menggerus kepercayaan khalayak yang berekses pada stabilitas ekonomi. Lalu, kebijakan mereka seperti didasarkan pada urgensi bahwa mereka sedang kelabakan dengan isu kekurangan anggaran. Akhirnya, mereka berusaha mencari celah apa-apa saja yang bisa dijadikan cuan. Salah satunya menaikkan PPN 12%.

Lagi-lagi, kalau bukan pil pahit, terpaksa masyarakat harus rajin menelan air ludah untuk membasahi kerongkongan mereka yang terus kering akibat selalu tercekat.

(Asep Herna)

By redaksi

Catatankaki merupakan situs online yang dengan renyah mengulas segala hal terkait kata, budaya, filsafat, komunikasi, dan isu-isu humaniora populer lainnya. Dengan mengusung tagline "Narasi Penuh Nutrisi", Catatankaki mengemas semuanya secara ringan tapi mendalam; lugas tapi bernas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *