Ada banyak yang bertanya, apakah ini kisah nyata atau fiksi? Ah, lebih indah kalau silakan diterka sendiri. Yang jelas, di media sosial, kisah ini cukup ramai. Begini ceritanya…
Tetangga saya suka sekali nyanyi karaoke. Ia seorang single parent. Suaminya dokter, yang 2 tahun lalu wafat.
Suaranya jernih dan enak didengar. Masalahnya, kalau karaokean, volume suaranya dahsyat sekali. Ia juga sepertinya menggunakan speaker aktif superbass stereo. Dan tak cuma itu, pintu depan rumahnya pun selalu dibuka.
Rumah saya tepat di depan rumahnya, yang walau dilintasi 2 ruas jalan, suara karaokean itu tanpa halangan menembus bebas pintu rumah saya, sekaligus menerabas gendang telinga seluruh anggota keluarga saya.
Sepertinya, seluruh penghuni rumah tetangga saya itu gemar sekali bernyanyi. Anak bungsunya yang berteman dengan anak bungsu saya juga suka bernyanyi. Bahkan, ia ikut les nyanyi di tempat anak saya les nyanyi.
Hebatnya, asisten rumah tangga-nya juga ternyata suka bernyanyi. Bahkan lebih dahsyat lagi, karena ia nyanyi karaokean nyaris nggak kenal waktu. Si Bibi, begitu anak Nyonya Rumah dan anak saya memanggil dia, sepertinya pol-polan memanfaatkan waktu kepergian Nyonya Rumah dengan karaokean, dari pagi sampai sore hari.
Dan jadilah, hampir sepanjang hari, kuping saya dihibur oleh rangkaian lagu-lagu dangdut pilihannya. Setiap hari, seperti ada hajatan di kampung saja, rasanya.
Jadwal show mereka kira-kira sebagai berikut: Pukul 8 sampai 9 pagi, adalah jadwal Si Nyonya yang empunya rumah karaokean. Sepertinya, bagi beliau, karaoke di pagi hari adalah lagu pengantar semangat sebelum berangkat kerja.
Begitu si empunya rumah berangkat kerja, dengan ditandai mobilnya tidak ada di garasi, suasana terasa senyap untuk beberapa menit lamanya. Setelah dipastikan Si Nyonya sudah jauh banget dari rumah, dan nggak mungkin balik lagi hanya gara-gara ada barang yang tertinggal, sesi ke-2 karaoke mulai digelar dengan warna suara berbeda. Si Bibi, dengan suara sumbang dan meleduk-leduknya, mulai beraksi. Tentu dengan pintu depan rumah yang semakin lebar dibuka. Seakan suara speakernya dihadapkan ke rumah saya, dan suara sumbangnya dijejalkan ke kuping saya.
Biasanya, resital karaoke berlanjut hingga pukul 12.00 siang. Pukul 12.00 sampai pukul 14.00, Si Bibi istirahat. Mungkin tidur, mungkin melanjutkan bersih-bersih rumah atau masak. Atau mungkin sedang mengumpulkan energi suara agar show berikutnya lebih gaspol lagi. Dan konser karaoke Si Bibi kembali digelar pukul 14.00 sampai pukul 16.00. Pukul 16.00 biasanya senyap lagi, karena mungkin itu jam-jam si nyonya rumah pulang kerja. Si Bibi sepertinya sudah memetakan jeda waktu amannya. Salah perhitungan sedikit, bisa gawat. Kalau saja ketahuan, bisa jadi, itu show sekaligus kerja terakhirnya.
Pukul 17.00 sampai waktu magrib, biasanya kembali giliran nyonya rumah menguasai mic, memperdengarkan kemerduan suaranya.
Walau saya tidak pernah protes, lama kelamaan saya merasa terganggu juga. Terutama, kalau saya sedang Zoom meeting, atau bahkan sedang mengadakan workshop online. Suara karaokean dangdut tersebut benar-benar tidak wajar, karena audionya di-set full volume dan menggema di seluruh blok area rumah saya.
Bayangkan saja, ketika saya sedang memandu praktik hipnoterapi di kelas online, dengan terlebih dahulu saya meminta peserta untuk menarik dan mengembuskan nafasnya, lalu khusyu mengamati serta meminta bagian demi bagian tubuhnya untuk fokus dan hanyut dalam tenang, tiba-tiba nyelonong suara Si Bibi dengan sangat hot:
Basah, basah, basah…
Seluruh tubuh
Ah ah ah menyentuh kalbu
Manis, manis, manis…
Semanis madu
Ah ah ah menyentuh kalbu
Konsentrasi peserta kelas hipnoterapi saya pun buyar, sodara-sodara.
Akhirnya, karena saya tidak punya kuasa untuk mengubah keadaan di luar, saya pun memilih mengikuti petikan lirik Matt Johnson dari The The Band Inggris, berjudul Lonely Planet: “If you can’t change the world, change yourself.”
Sepertinya lagu ini terpengaruh filosofi Gandhi. Saya pun akhirnya berhasil mengubah diri saya sendiri, dengan sekalian saja goyang setiap hari, menikmati irama musik dangdut dan suara Si Bibi. Setiap hari. Ya, setiap hari.
Dan anehnya, kok, suara Si Bibi…
jadi terdengar merdu sekali.
(Asep Herna)