Sumber: Freepik

–Kepada Milaya Samatha Gaea

Hujan mengalirkan sendu di kota yang sedang terpenjara.

Butirannya bagai jeruji besi, begitu deras dan rapat.

Suaranya adalah irama ensambel tanpa konduktor,

menjelma pelipur bagi setiap hati yang sepi.

Gadis manis terpatah-patah mengeja riciknya.

Baginya hujan ibarat huruf yang mesti dibaca.

(Asep Herna, Bogor, 19 Mei 2020)

By redaksi

Catatankaki merupakan situs online yang dengan renyah mengulas segala hal terkait kata, budaya, filsafat, komunikasi, dan isu-isu humaniora populer lainnya. Dengan mengusung tagline "Narasi Penuh Nutrisi", Catatankaki mengemas semuanya secara ringan tapi mendalam; lugas tapi bernas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *